Ilmu musthalah hadits: Ilmu tentang pokok-pokok dan kaidah-kaidah yang digunakan untuk mengetahui kondisi sanad dan matan hadits, dari sisi diterima atau ditolak.
Objek pembahasan ilmu musthalah: yang menjadi objek pembahasannya adalah sanad dan matan, dari sisi diterima atau ditolak. Manfaat ilmu musthalah: Bisa membedakan hadits yang shahih dari hadits yang lemah.
Hadits:
Khabar
Atsar:
Menurut bahasa: Sisa dari sesuatu (jejak).
Menurut istilah terdapat dua pendapat,
Isnad
Memiliki dua arti:
Sanad
Matan
Musnad
Musnid adalah orang yang meriwayatkan hadits dengan sanadnya, baik orang itu mengerti ataupun tidak mengerti dan hanya menyampaikan riwayat saja.
Muhaddits adalah orang yang bergelut dalam ilmu hadits, baik dari sisi riwayat maupun dirayah, mengetahui banyak riwayat dan kondisi para perawinya.
Hafidh
Hakim adalah orang yang pengetahuannya mencakup seluruh hadits-hadits sehingga tidak ada perkara yang tidak diketahuinya melainkan amat sedikit. Hal itu menurut sebagian ahli ilmu hadits.
Sifat-sifat hadits yang diterima:
Hadits Hasan: Hadits yang sanadnya bersambung perawi adil, yang hafalannya kurang sedikit disbanding dengan perawi-perawi hadits shahih. Tidak bertentangan dengan perawi-perawi yang lebih dapat dipercaya, dan tidak memiliki cacat yang membuat hadits tersebut tidak diterima.
Hukum hadits hasan: seperti hadits shahih, dapat dibuat pedoman dan dijalankan, namun bila diantara hadits shahih dan hadits hasan bertentangan, maka didahulukan adalah hadits shahih.
Hadits Dhoif: Hadits yang tidak memiliki sifat-sifat hadits-hadits shahih dan sifat-sifat hadits hasan.
Hukum hadits dhoif: Tidak boleh dijadikan pedoman dalam masalah akidah dan hukum-hukum agama. Boleh dijalankan dalam masalah-masalah yang dianggap baik, anjuran, peringatan dengan syarat-syarat tertentu.
Hadits Marfu’: Perkataan, perbuatan, pemutusan, atau pengakuan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, baik sanadnya bersambung atau tidak. Contoh hadits marfu’: hadits muttasil, musnad, mursal, dll.
Hukum hadits marfu’: kadang-kadang shahih, hasan, dan dhaif.
Muttasil (mausul): Hadits yang sanadnya bersambung dari perawi mendengar dari perawi sampai pada Nabi atau hanya sahabat-sahabat saja. Hadits mauquf dan munqathi’ kadang-kadang termasul hadits muttasil.
Mauquf: Perkataan atau perbuatan sahabat, sanadnya bersambung atau tidak. Contoh: hadits munqathi’. Hadits marfu dan mursal tidak termasuk hadits mauquf.
Munqathi’: Hadits yang salah satu dari perawi tidak disebut, dengan syarat perawi yang tidak disebut itu bukan sahabat. Contoh: hadits marfu’, mursal, dan mauquf. Hadits munqathi’ termasuk hadits dhoif.
Mursal: Apabila ada tabi’in berkata, “Nabi bersabda…….tanpa menyebutkan perawi dari sahabat, maka hadits tersebut termsuk mursal. Contoh: hadits munqathi’ dan hadits mu’dlal. Hukumnya sama seperti hadits dhoif.
Muallaq (hadits-hadits yang dita’liq): Hadits yang permulaan sanadnya tidak tersebut. Contoh: setiap hadits yang sanadnya tidak bersambung.
Gharib: Hadits yang diriwayatkan oleh satu perawi dan perawi lain tidak meriwayatkan hadits tersebut. Hukumnya kadang-kadang shahih, hasan namun kebanyakan hukumnya dhoif.
Masyhur: Hadits yang diriwayatkan oleh tiga perawi keatas, walaupun dalam satu tingkat perawi (perawinya sama-sama sahabat). Hukumya shahih, hasan atau dhoif.
Mutawatir: Hadits yang diriwayatkan oleh perawi banyak dari perawi banyak.
Mubham: Hadits yang dalam sanadnya atau matannya ada orang yang tidak disebut. Hukumnya, jika perawinya yang tidak diketahui, hukumnya dhoif.
Syadz: Hadits yang diriwayatkan oleh orang yang dapat dipercaya, matan atau sanadnya bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang lebih dipercaya. Lawan syadz adalah mahfud (yang terjaga). Hukumnya dhoif dan ditolak.
Mudraj: Idraj (sisipan) ada dua:
Maqlub: Mengganti sesuatu dengan yang lain dalam hadits, ada kalanya kalimat hadits dibalik, dan lain-lain. Hukumnya harus dikembalikan pada asalnya.
Mudhtarib: Hadits yang diriwayatkan oleh perawi, kemudian ditempat lain dia meriwayatkan hadits tersebut dengan arti yang berbeda. Hukumnya dhoif.
Ma’lul: Hadits kalau dilihat dhohirnya baik, namun setelah diteliti oleh ahli hadits, ternyata ada hal yang membuat hadits tersebut tidak bisa dikatakan shahih. Hukumnya dhoif.
Matruk: Hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang sudah disepakati oleh para ulama bahwa dia dhoif. Adakalanya dia bohong, keliru, atau fasik. Hukumnya tidak dianggap, juga tidak boleh dibuat pedoman atau dibuat syahid.
Maudhu’: Hadits buatan perawi, lalu disandarkan kepada rasul, sahabat, atau tabi’in. Hukumnya tidak boleh diriwayatkan atau diajarkan kecuali ada tujuan agar orang yang mendengar atau yang membacanya berhati-hati.
Munkar: Seperti hadits syadz, hadits munkar tidak boleh diterima, apabila perawinya bertentangan dengan perawi-perawi yang dapat dipercaya.
Syahid: Arti hadits yang cocok dengan arti hadits lain, hanya saja sahabat yang meriwayatkannya berlainan.
La ba’sa bihi: Perawi tidak memiliki cacat. Ibnu Mu’in berkata, “perawi tersebut dapat dipercaya.”
Shaduuq: Ibnu Abi Hatim berkata, “Ia dapat dipercaya.”
Sahabat: Orang yang bertemu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan beriman kepadanya sampai mati.
Tabi’in: Orang yang bertemu dengan sahabat dan mati dalam keadaan muslim.
Tujuh Imam: Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I, dan Ibnu Majah.
Enam Imam: Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I, dan Ibnu Majah.
Lima Imam: Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I, dan Ibnu Majah.
Empat Imam: Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I, dan Ibnu Majah.
Tiga Imam: Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasa’i.
Muttafaq ‘alaih: Bukhari dan Muslim.
Sumber:
1. Ilmu Hadits Praktis, Dr. Mahmud Thahan: Pustaka Thariqul Izzah
2. Terjemah Bulughul Maram, Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani: Mutiara Ilmu