Hadiri Daurah Syar'iyah "Di Bawah Naungan Al-Qur'an" Di Yogyakarta
August 16, 2014
Khadijah, Sosok Wanita dalam Balutan Iman
September 1, 2014

Sahabat! Raihlah Kebahagiaan Dijalan Ini…

Oleh Ustad Maulana Laeda, Lc (Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hadist, Universitas Islam Madinah)

Jalan hidup adalah suatu pilihan. Pilihan inilah yang akan menentukan sukses tidaknya perjalanan seorang hamba menuju Rabb-nya. Ya, inilah kehidupan yang memang tidak diukur seberapa lama kita mengarunginya, namun ia bergantung dengan cara bagaimanakah kita memanfaatkannya. Sebab umur manusia yang sesungguhnya adalah momen-momen dimana semua waktu dan jiwanya ada diatas ketaatan dan taqwa. Selainnya adalah suatu kematian. Simaklah sabda Rasulmu : “Perumpamaan orang yang mengingat Rabb-nya dengan yang tidak mengingat-Nya adalah laksana orang hidup dengan orang mati”.(HR Bukhari : 6407).

Jika anda belum yakin, lihatlah pilihan hidup seorang penggembala kambing yang bernama Aslam radhiyallaahu’anhu dalam perang Khaibar bersama Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, hakikat usianya tak cukup setengah hari, tepat diantara waktu ia melantunkan dua kalimat syahadat dengan nikmat syahid yang ia rengkuh yang hanya berselang beberapa jam saja, bahkan saking singkatnya, iapun tak sempat mempersembahkan satu sujudpun kepada Allah ‘Azza Wajalla.1

Dalam usia keislaman dan ketaatan yang relatif singkat inillah Sang Penggembala ini atau yang semisalnya bisa meraih kesuksesan dan kebahagiaan didunia dan diakhirat. Kebahagiaan yang mereka raih, bukanlah berlimpahnya materi dan harta, namun terselip dalam kokohnya keimanan dan keteguhan hidup untuk sebuah misi dan perjuangan islam yaitu jihad dan dakwah. Mereka yang menadzarkan hidupnya dijalan suci ini, tak akan peduli kapan dan bagaimanakah akhir hayat mereka, sebab dalam jiwa mereka sudah tertanam suatu kebahagiaan yang menghunjam dalam lubuk hati terdalam, biasnya bisa anda lihat pada pancaran wajah dan aura pandangan mereka, bahkan anda bisa merasakannya dengan sekedar memandangnya, berjabat tangan, ataupun sekedar bercakap dengannya. Ya, merekalah yang dimaksudkan oleh ungkapan : “Jasad mereka didunia, namun hati mereka telah berada diakhirat”.

Dengan misi suci inilah mereka merasakan bahagia dan menyadari betapa berharganya hidup ini dengan berbagi asbab hidayah dan keimanan yang direalisasikan dalam bentuk pengorbanan jiwa, waktu dan harta demi sebuah proses pembinaan (tarbiyah), dakwah, dan jihad. Sungguh benar ungkapan ahli hikmah : “Kebahagiaan memberi lebih besar dibandingkan dengan kebahagiaan menerima, dan pemberian yang paling utama adalah yang bersifat maknawi”. Tidak ada keraguan bagi kita, pemberian maknawi yang paling utama adalah asbab hidayah dan perjuangan untuk islam dan umat islam. Bahkan kebahagiaan jenis ini, sudah dirasakan tatkala masih sekedar azam dan niat, jauh sebelum mewujudkannya.

Rasa letih dan lelah yang menghinggapi jasad mereka hanyalah sebagai cambuk spirit agar lebih bersabar diatas perjuangan ini. Perumpamaan mereka sebagaimana diucapkan Ibnu Rajab rahimahullah : “Perjalanan akhirat tidak ditempuh dengan jasad, namun dengan perjalanan ruh”. Ini lantaran, hakikat kelelahan adalah kelelahan ruh dan jiwa bukan kelelahan jasad dan tubuh. Lalu bagaimana bisa rohani dan jiwa mereka lelah, sementara jalan yang ia tempuh penuh dengan rahmat dan keberkahan ?! Oleh karenanya, mereka tak perlu kebahagiaan lain berupa harta dan pangkat kedudukan, selain yang mendatangkan maslahat akhirat dan perjuangan mereka.

Dari pengorbanan inilah mereka bisa meraih “nobel kebahagiaan” yang merupakan salah satu bentuk nashr/kemenangan yang Allah ta’ala janjikan untuk mereka :

إِن تَنصُرُواْ ٱللَّهَ يَنصُرۡكُمۡ

Artinya : “Jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Dia menolong kalian”. (QS Muhammad : 7).

Simaklah ucapan salah seorang diantara mereka yang –insyaAllah- telah syahid diatas jalan ini : “Sesungguhnya, kebahagiaan yang sempurna merupakan buah dan hasil yang mesti ada tatkala kita melihat ideology dan aqidah kita (yang kita dakwahkan), juga berhasil menjadi ideology dan aqidah yang dimiliki oleh orang lain (yang kita dakwahi) sementara kita masih hidup. Sesungguhnya, hanya sekedar kita membayangkan bahwa ideology dan aqidah (yang kita dakwahkan ini) suatu saat nanti akan menjadi bekal hidup dan sumber kebahagiaan oranglain –walaupun mungkin kita telah tiada lagi diatas bumi ini-, hal ini telah cukup membuat hati kita tersirami dengan embun ridha, kebahagiaan, dan ketentraman”. 2

Saking tingginya rasa bahagia yang mereka raih, sampai-sampai bisa terasa hanya dengan sekedar membayangkan dan bermimpi jika perjuangan mereka akan terus berlanjut setelah mereka tiada, Impian ini adalah sesuatu yang haq dan terbukti, bukan sekedar angan dan bukan tanpa alasan, sebab inilah amal jariyah yang paling kekal nan berharga, dan senantiasa berkahnya akan terus ada dan tercurahkan.

“Barangsiapa yang menunjukkan kebaikan (pada oranglain), maka ia (mendapatkan pahala) seperti (pahala) orang yang melakukannya”. (HR Muslim : 1893).

Merekalah yang disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya : Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma´ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung (bahagia)” (QS Ali ‘Imaran ; 104).

Merekalah yang paling berhak mendapatkan predikat “orang-orang yang berwajah ceria dan berseri-seri” dihari kiamat kelak, yang disebutkan Allah beberapa ayat setelahnya : Adapun orang-orang yang putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah (surga); mereka kekal di dalamnya(QS Ali ‘Imran : 107).

Bandingkan dengan mereka yang hanya menjalani hidup tanpa pengorbanan ini, hidup hanya untuk membahagiakan diri sendiri tanpa peduli dengan kebahagiaan oranglain, atau bahkan hidup hanya untuk menebarkan maksiat dan dosa. Simaklah ungkapan indah berikut agar anda tahu perbandingannya : “Ketika kita hidup untuk (kebahagiaan/kesenangan) diri kita sendiri saja, nampaknya kehidupan ini terasa singkat dan tak berarti, yang mana seakan bermula dari saat kita mulai berakal dan berakhir dengan tamatnya riwayat hidup kita. Namun ketika kita hidup untuk (membahagiakan/mendakwahi) oranglain atau untuk mempertahankan dan mendakwahkan sebuah ideology (islam), maka kehidupan ini akan terasa panjang dan lama yang mana seakan bermula dari saat diciptakan dan terus akan berlanjut walaupun setelah kita telah tiada diatas bumi ini”.3

Inilah usia yang hakiki, usia yang terus produktif menghasilkan pahala dan keberkahan lewat amalan jariyah dakwah dan ilmu, walaupun kita tak ada lagi didunia ini.

Olehnya, saya mengajak diri pribadi dan setiap yang membaca tulisan untuk segera bergabung dengan kafilah ini, kafilah yang meniti diatas manhaj Allah dan jalan para salaf, dengan misi menabur benih kebahagiaan umat manusia lewat perjuangan dakwah dan pembinaan (tarbiyah).

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma´ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung (bahagia)” (QS Ali ‘Imaran ; 104).

Sungguh, betapa beruntungnya anda, jika telah ada dalam kafilah ini. Kafilah yang tak akan menyerah walau jalan yang ditempuh begitu panjang. Mungkin anda kan termakan usia atau bahkan gugur ditengah perjalanan ini, namun sekali lagi, tolak ukur suatu perjuangan bukanlah sampainya suatu perjuangan pada tujuan dan misi yang ditetapkan –walaupun ini suatu keniscayaan-, namun ditentukan dari keistiqamahan dan konsistennya anda mengarunginya.

Mungkin anda akan melihat sebagian yang tergabung dalam kafilah ini memiliki khilaf dan ketergelinciran, atau tak sejalan dengan pendapat yang anda miliki, namun tetaplah bertahan, sebab ia hanyalah fitrah manusia, dan suatu kelumrahan yang mesti ada dalam suatu komunitas orang-orang baik, sekalipun komunitas para sahabat radhiyallaahu’anhum. Bahkan tugas anda saat itu adalah menasehati dan berlapang dada akan adanya perbedaan selama yang dijunjung tinggi adalah manhaj yang shahih. Tetaplah bersabar mengarungi ujian dalam jalan ini, sebab ia kan berakhir pada jannah-Nya, insyaAllah.

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai”. (QS Ali ‘Imran : 3).

Oleh karenanya, sangat penting bagi mereka yang lebih berafiliasi pada ilmu (baca : penuntut ilmu yang hanya duduk dimajelis ilmu) untuk tetap menghormati dan menghargai perjuangan dan pengorbanan para ulama, dan dai yang telah terjun dalam kancah dakwah dan perjuangan ini, dengan perantaran mereka, anda dan orang lain bisa meraih secercah hidayah dan mengenal agama islam dan manhaj shahih ini, Minimal sebagai bentuk apresiasi dan implementasi suatu hadis : “Tidaklah bersyukur kepada Allah, orang yang tidak berterima kasih kepada manusia (yang berjasa padanya)”. 4

Olehnya, sangat tidak perlu “mengganggu dan merusak” nama dan kinerja dakwah mereka hanya karena adanya perbedaan ijtihad pada masalah tertentu, atau hanya karena adanya “amalan atau aktifitas” mereka yang hukumnya boleh-boleh saja atau makruh, bahkan dosa sekalipun jika itu memang dalam kategori darurat yang terbangun atas dasar pertimbangan maslahat dan mafsadat. Wallaahu ta’ala a’lam wa ahkam.


1 .Hadisnya riwayat Al-baihaqi dalam Ad-dalaail (4L221) dan Lihat Kisahnya dalam Al-Isti’ab (no.35), Asadul-Ghaabah (no.115) dan Al-Ishabah (no.132).

2 .Disadur dari Kitab “Afraah Ar-Ruh” (Kebahagiaan Jiwa).

3 . Disadur dari Kitab “Afraah Ar-Ruh” (Kebahagiaan Jiwa).

4 .HR Abu Daud (4811), dan Tirmidzi (2069) dengan sanad shahih

Sumber : Inspirasi Pekan Ini : Sahabat.. Raihlah Kebahagiaan Dijalan Ini | Wahdah Islamiyah http://wahdah.or.id/inspirasi-pekan-ini-sahabat-raihlah-kebahagiaan-dijalan-ini/#ixzz3BOC49jdW