Artikel BaruKeluarga

Membangun Pondasi Rumah Tangga Islami (2)

Kriteria Keluarga Idaman

Ada beberapa kriteria keluarga idaman, antara lain:

  1. Pertama, Bisa menjadi ma’waa/tempat berteduh/kembali. Sebuah keluarga harus menjadi baiti jannati, ada kerinduan pada setiap anggota keluarga untuk kembali ke keluarga. Seorang suami, meskipun sangat sibuk berdakwah, tetap merindukan keluarga. Begitu juga dengan anak-anak, selalu merindukan kembali ke rumah. Apalagi, saat ini, banyak di antara anak-anak yang lebih suka di jalan, suka bermain bersama teman-teman, lupa dengan rumahnya. Tapi dengan keluarga menjadi ma’waa, maka seorang anak akan selalu merindukan kembali ke rumahnya, sebab di rumahnya, ada ketentraman, ada kebahagian.
  2. Kedua, keluarga menjadi madrasah. Keluarga harus dijadikan sebagai tempat membina dan mengkader, sebagai madrasah buat suami, istri, terlebih lagi anak-anak. Di dalam keluarga harus ada ta’lim dan tarbiyah, murabbi utamanya adalah seorang suami. Menjadikan keluarga sebagai madrasah menjadi tanggung jawab bersama. Selama ini, mungkin proses tarbiyah masih sedikit dalam keluarga. Kendalanya, kemampuan suami istri masih sangat terbatas, serta kesibukan masing-masing keluarga.
  3. Ketiga, keluarga menjadi markazkecil perjuangan Islam. Ini yang perlu diingatkan kepada keluarga. Sebab, menikah bukan sekedar mencari pasangan. Tapi lebih dari itu, kita ingin keluarga menjadi batu bata dari bangunan perjuangan Islam. Dia menjadi penyanggah utama dalam perjuangan Islam. Tentu saja, untuk mencapai hal tersebut perlu perjuangan dan pengorbanan.

 

Pilar-Pilar Keluarga Idaman

Namun, untuk mencapai kriteria keluarga idaman tersebut, keluarga harus dibangun dari tujuh pilar. Ketujuh pilar itu, yakni:

  1. Pertama, Iman. Iman harus menjadi perhatian utama dalam membangun keluarga. Setiap ada masalah, faktor iman harus dicek. Tidak mungkin terjadi keluarga idaman, kalau iman ini diabaikan. Keluarga harus dibangun dari seorang mukmin dan mukminat.
  2. Kedua, Cinta. Keluarga idaman, tidak akan terwujud, jika tidak ada cinta di dalamnya. Tidak akan mungkin ada ma’waa, kalau tidak ada cinta. Makanya, sebagian orang menghabiskan waktunya di luar rumahnya, karena di dalam keluarganya tidak ada lagi cinta. Biasanya hubungan keluarga tinggal hak dan kewajiban saja. Bahkan, kadang hanya menjaga image saja, agar orang tidak mengetahui persoalan rumah tangga. Faktor cinta ini, bukan sesuatu yang mudah dibahas, sebagaimana ungkapan Ibnu Qayyim rahimahullaah dalam bukunya, masalah cinta tidak mudah didefinisikan, namun ia sesuatu yang bisa dibahas. Pada dasarnya cinta itu datangnya dari Allah. Sehingga, hubungan cinta antara laki-laki dan perempuan harus diikat dengan ikatan suci, yang bernama pernikahan. Olehnya itu, cinta perlu dipelihara dan dipupuk dalam keluarga. Karena keluarga adalah ibadah, keluarga untuk perjuangan, yang dibangun dalam sebuah ikatan pernikahaan. Mungkin saja, ada sesuatu yang tidak disukai dari istri atau suami kita, tapi itu tidak menyebabkan ikatan cinta akan memudar. Ingatlah pesan Rasulullah dalam sabdanya, “kalau ada yang tidak kau sukai dari istrimu, mudah-mudahan masih ada yang kau sukai dari yang lain”. Sabda Rasulullah ini harus benar-benar dimaknai dalam kehidupan berkeluarga, sebab tidak seseorangpun yang sempurna, semuanya pasti memiliki kekurangan. Tapi inipun tidak berarti, setiap kekurangan itu menyebabkan hubungan suami istri menjadi renggang. Sebaliknya, kita harus menutupi berbagai kekurangan itu. Dengan demikian kehidupan keluarga akan semakin harmoni.
  3. Ketiga, tarbiyah. Faktor tarbiyah atau pembinaan sangat penting dalam menciptakan keluarga idaman. Keluarga harus menjadi tempat sekaligus ajang tarbiyah /pembinaan bagi keluarga terutama untuk anak-anak. Sebab, proses tarbiyah ini yang akan melahirkan generasi Islam, yang paham dengan Islam, serta mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan. 
  4. Keempat, Paham. Dalam keluarga, saling memahami merupakan salah satu faktor penting dalam membangun keluarga idaman, keluarga sakinah mawaddah warahmah. Kita harus saling memahami hak dan kewajiban kita. Meskipun, di antara kita kadang muncul sikap egois. Kita selalu mengingat kewajiban orang pada kita, namun kadang kita lalai memperhatikan kewajiban kita terhadap orang lain. 
  5. Kelima, Perhatian. Pasangan suami istri harus punya perhatian terhadap pasangannya. Suami harus memperhatikan, serta membimbing istri untuk meningkatkan ilmu, akhlak, dan, ibadah. Dalam aktivitas duniawi, seorang suami harus punya perhatian terhadap istrinya. Termasuk membantu dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga, selama dalam batas-batas proporsional. Termasuk perhatian suami terhadap istrinya, yakni; membelikan hadiah pada istri setelah pulang kantor, terutama makanan yang disukai istri. Ini mungkin kecil, tapi dapat semakin menumbuhkan cinta di antara pasangan suami istri. Begitu juga istri, harus punya perhatian terhadap suaminya, misalnya, menyiapkan sepatu dan baju bola, bagi istri yang punya suami hobi main bola. Seorang pasangan suami istri tidak boleh berkomentar jelek terhadap hobi pasangannya.
  6. Keenam, Komunikasi. Tentu saja, bukan hanya komunikasi langsung (verbal) yang kita maksudkan di sini. Meskipun, ini juga perlu ditingkatkan, sebab juga menjadi faktor pendukung untuk melahirkan keluarga idaman. Meskipun, menurut penelitian ahli psikologi seorang laki-laki mengeluarkan kata-kata minimal 3 ribu/hari, sedangkan perempuan minimal 10 ribu/perhari. Olehnya itu, umumnya seorang istri menunggu untuk diajak komunikasi oleh suaminya. Makanya, seorang suami harus memulai berkomunikasi dengan istrinya, meskipun sekadar basa-basi, misalnya sekadar bertanya, menjawab pertanyaan istri, atau memuji istri, seperti masakan. Dengan komunikasi non verbal, bisa melalui telepon, atau sms. Apalagi, jika seorang suami berada di luar kota, atau daerah.
  7. Ketujuh, Ungkapan-ungkapan mesra. Masalah ungkapan-ungkapan mesra ini, kita belajar dari pribadi Rasulullan terhadap istrinya. Beliau sering memanggil istri-istrinya dengan ungkapan mesra, misalnya memanggil dengan panggilan umairah.Walaupun, saya tidak menemukan dalilnya, namun panggilan habibati, tapi ini sangat bagus, sebagai ungkapan mesra terhadap pasangan. Jelas, ungkapan mesra ini sangat dibutuhkan dalam kehidupan suami istri. Misalnya, ungkapan sayang. Mungkin sebagian ini kita anggap berlebihan, kalau kita anggap gombal, tapi tidak ada masalah sebab wanita pada umumnya itu suka digombal. Olehnya, itu, seorang istri tidak mengapa kalau memulai dalam memanggil dengan panggilan mesra terhadap suaminya.

Sebagai catatan, berkenaan dengan keluarga sebagai markaz perjuangan Islam. Bahwa, sesungguhnya perjuangan Islam harus mendapat dukungan penuh dari keluarga.Dalam dakwah, seorang istri tidak menghambat suaminya dalam perjuangan Islam. Hambatan, tidak hanya secara langsung, misalnya melarang suaminya pergi berdakwah, karena hal seperti itu tidak ditemukan, kalaupun ada sangat sedikit jumlahnya.

Namun, hambatan yang dimaksudkan di sini adalah dengan tidak mengkondisikan suaminya untuk melaksanakan dakwah, misalnya; dengan membebani suaminya di saat ingin melakukan tugas dakwah.

Begitu juga sebaliknya, seorang suami harus memberi dukungan penuh terhadap istrinya dalam menjalankan amanah dakwah. Tentu saja, dukungan ini tidak hanya sekadar kata-kata, tapi butuh dukungan kongkrit, misalnya apa salahnya, seorang suami membantu istri dalam pekerjaan rumah tangga (cuci baju, menyiapkan makanan), jika tidak terlalu sibuk, sementara istri akan melaksanakan tugas dakwah. Jika dalam melaksanakan tugas dakwah menyebabkan kekurangan-kekurangan dalam keluarga, maka itu harus dikomunikasikan agar didapat jalan keluarnya.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button