Bismillah wassholaatu wassalam ‘ala Rasulillah. Wa ba’du.
Secara umum, hutang dalam rangka melakukan ibadah, terbagi menjadi dua rincian :
Pertama, ada harapan mampu membayar hutang.
Seorang yang masuk kriteria ini, tidak mengapa berhutang untuk menunaikan ibadah umroh. Asal hutangnya bukan dari pinjaman ribawi.
Contoh orang yang mampu, seorang pegawai memiliki gaji tetap turun di akhir bulan. Sementara dia berkesempatan menunaikan umrah di awal bulan. Maka dia boleh berhutang terlebih dahulu. Lalu hutang dilunasi di akhir bulan saat gajinya turun. Karena ia dihukumi telah mampu berumrah, meski uang belum terpegang. Sebagaimana zakat piutang, apabila kreditur (pemberi pinjaman) berprasangka kuat debitur (yang berhutang) mampu melunasi, maka kreditur diwajibkan mengeluarkan zakat uang yang dipinjamkan tersebut, dengan catatan telah sampai nishobnya dan genap satu tahun (haul). Sekalipun piutang tersebut belum terpegang. Karena piutang itu sudah bisa dihukumi sebagai harta yang terpegang.
Namun yang lebih utama, tidak perlu berhutang.
Kedua, tidak ada harapan bisa membayar hutang.
Orang yang seperti ini, tidak boleh berhutang untuk menunaikan ibadah umrah.
Contohnya seperti orang yang gajinya pas-pasan, hanya cukup membiayai kebutuhan makan sehari-hari. Penghasilannya tidak relistis bila untuk menutupi hutang biaya umroh. Maka tidak boleh dengan bermodal nekat, kemudian meminjam uang untuk berumrah.
Karena orang seperti ini tidak tergolong mampu. Sementara umrah adalah ibadah yang diwajibkan bagi mereka yang mampu, sebagaimana haji.
Bagi yang belum memiliki kemampuan, tidak perlu memaksakan diri berhutang. Karena Allah tidak membebani hamba-Nya di luar kemampuan.
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan. (QS. At-Thalaq : 7).
Terlebih hutang bukanlah perkara sederhana. Sampai seorang yang terbunuh di medan jihad, bisa terhalangi masuk surga disebabkan hutang yang belum ia lunasi.
Dari Abdullah bin Amr bin Al-‘ash radhiyallahu’anhuma, dari Nabi shallallahualaihi wa sallam beliau bersabda,
يغفر للشهيد كل ذنب إلا الدين
Seorang yang mati syahid diampuni seluruh dosanya kecuali hutang yang belum ia bayar.
(HR. Muslim).
Al-Hattob rahimahullah menerangkan dalam kitabnya Mawāhib Al-Jalil fi Syarhi Mukhtashar Khalil,
من لا يمكنه الوصول إلى مكة إلا بأن يستدين مالا في ذمته ولا جهة وفاء له فإن الحج لا يجب عليه لعدم استطاعته وهذا متفق عليه، وأما من له جهة وفاء فهو مستطيع إذا كان في تلك الجهة ما يمكنه به الوصول إلى مكة
Siapa yang tidak bisa sampai ke kota Makkah (untuk menunaikan haji atau umrah) kecuali dengan berhutang, sementara ia tidak memiliki harapan dapat melunasi hutangnya, maka ia tidak diwajibkan untuk berhaji. Karena ia tidak mampu. Ini sudah menjadi kesepakatan para ulama.
Adapun orang yang memiliki harapan dapat melunasi hutangnya, maka ia teranggap orang yang mampu. Dengan syarat, dana harapan untuk melunasi hutang tersebut, cukup untuk menutup biaya menuju kota Makkah.
(Mawāhib Al-Jalil 7/116).
Semoga Allah melapangkan rizki untuk saudara-saudara kita yang belum mampu, sementara dalam hati mereka ada tekad kuat untuk menunaikan haji dan umroh…
Wallahua’lam bis showab.
Dijawab oleh Ustadz Ahmad Anshori, Lc.