20.4 C
New York
Friday, October 4, 2024

Buy now

spot_img

KETIDAKLAZIMAN PARA PEMAAF

مسند أحمد ١٥٠٦٥: حَدَّثَنَا حَسَنٌ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ قَالَ حَدَّثَنَا زَبَّانُ عَنْ سَهْلِ بْنِ مُعَاذِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ أَبِيهِ
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ أَفْضَلُ الْفَضَائِلِ أَنْ تَصِلَ مَنْ قَطَعَكَ وَتُعْطِيَ مَنْ مَنَعَكَ وَتَصْفَحَ عَمَّنْ شَتَمَكَ

Telah menceritakan kepada kami Hasan telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi’ah berkata: telah menceritakan kepada kami Zabban dari Sahl bin Mu’adz bin Anas dari Bapaknya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:

“Keutamaan yang paling utama adalah kamu menyambung orang yang telah memutusmu, kamu memberi orang yang tidak pernah memberimu dan memaafkan orang yang mencelamu”.

Musnad Ahmad 15065:

Nabi mengajarkan sesuatu yang menakjubkan kepada kita.  “Ketidaklaziman”

Terkadang kita memang perlu melakukan sesuatu yang bertolak belakang dengan kelaziman.

Karena “ketidaklaziman” itu, tidak saja menunjukan kualitas diri, tetapi seringkali semua jalan keluar justru hadir bersama ketidaklaziman yang kita lakukan itu.

Menyambung pada orang yang memutus

Memberi pada orang yang tidak pernah memberi

Memaafkan orang yang mencela

Orang yang melakukan “ketidaklaziman” seperti dalam hadits ini, bukanlah orang yang sedang tidak ada pilihan.

Dia punya pilihan sikap.

Dia adalah orang yang punya kesempatan yang sama untuk membalas.

Dia juga bisa memutus pada orang yang memutus.

Dia juga bisa membenci orang yang sedang membencinya.

Dia juga bisa bakhil pada orang yang pelit padanya.

Dia bisa melakukan sama seperti apa yang telah dilakukan orang lain pada hidupnya.

Tetapi ia memilih sikap berbeda.

Maka sebenarnya, sikap baik yang terus menerus ditampakkan oleh para pemaaf bukanlah karena ketidakberdayaan-nya.

Ibnu Qudamah mendefinisikan bahwa yang dimaksud memaafkan adalah *engkau memiliki hak namun engkau melepaskannya.*

Pemaaf itu adalah orang biasa yang mau melampaui “keinginan-keinginan” dalam dirinya.

Ibnu Qudamah mengutip sebuah riwayat bahwa di hari kiamat nanti, ada penyeru yang menyeru :

“Hendaklah berdiri, siapapun yang pahalanya menjadi tanggungan Alloh”. Maka tidak ada yang berdiri kecuali orang yang memaafkan orang yang telah mendholiminya.
(Minhajul Qasidin)

Apakah orang biasa seperti kita mampu menjadi pemaaf? In syaa Alloh bisa, semoga kita termasuk di antara mereka.

Baarakallohu fiikum

Ust. M. Nadhif Khalyani

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

0FansLike
0FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles