Apabila penyebab cacatnya Rawi adalah kekeliruan yang amat parah, banyak lupa atau fasik, maka haditsnya dinamakan hadits munkar.
Definisi
Menurut bahasa, merupakan isim maf’ul dari kata al-inkar, lawan dari kata al-iqrar (sepakat)
Menurut istilah, para ulama membuat definisi hadits munkar bermacam-macam, tetapi yang terkenal ada dua:
- Hadits yang didalam sanadnya terdapat rawi yang kekeliruannya parah, atau banyak lupa, atau menampakkan kefasikannya. Inilah definisi yang disinggung oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar. Definisi ini juga digunakan oleh Al-Baiquni dalam Mandhumat.
- Hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang dhoif, yang bertentangan dengan rawi tsiqah. Definisi ini juga disebut-sebut oleh Al-Haifzh dan dijadikannya sebagai sandaran
Perbedaan Hadits Munkar dengan Syadz
- Hadits syadz itu diriwayatkan oleh rawi yang maqbul (dapat diterima), hanya saja bertentangan dengan (rawi) yang lebih utama.
- Sedangkan munkar diriwayatkan oleh rawi dhoif yang bertentangan dengan rawi tsiqah.
Dari sini dapat diketahui bahwa persamaannya terletak pada aspek menyelisihi (pertentangannya). Perbedaannya terletak pada yang syadz itu diriwayatkan oleh rawi yang maqbul, sedangkan munkar diriwayatkan oleh rawi dhoif.
Contoh
Contoh bagi definisi yang pertama, hadits yang diriwayatkan oleh An-Nasa’I dan Ibnu Majah melalui riwayat Abu Zukair bin Muhammad bin Qais dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya dari Aisyah secara marfu’, “Makanlah kurma kering, karena jika anak Adam memakannya, hal itu membuat marah setan.”
An-Nasa’I berkata, “Hadits ini munkar, diriwayatkan secara menyendiri oleh Abu Zukair. Ia adalah seorang syaikh yang soleh. Imam Muslim mengeluarkan hadits dari Abu Zukair dalam bab mutabi’at. Selain itu, ia tidak menyampaikan kepada orang yang disangka menyendiri.”
Contoh bagi definisi yang kedua, hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim melalui jalur Hubaib bin Habib Az-Ziyat dari Abu Ishak dari ‘Aizar bin Huraits dari Ibnu Abbas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, yang berkata, “Barangsiapa yang mengerjakan shalat, menunaikan zakat, menjalankan haji ke Baitullah, berpuasa (di bulan Ramadhan) dan menjamu tamu, maka ia masuk surga.”
Abu Hatim berkata, “Hadits ini munkar karena terdapat hadits lain melalui rawi yang lebih tsiqah yang diriwayatkan dari Abu Ishak secara mauquf, dan dia orangnya dikenal.”
Tingkatan Hadits Munkar
Dari dua definisi mengenai hadits munkar tadi, hadits munkar termasuk jenis hadits dhoif jiddan (lemah sekali). Sebab lemahnya periwayatannya karena terkena sifat kekeliruan yang parah, banyak lupa, atau fasik. Bisa juga ke-dhoif-annya karena menyelisihi dengan riwayat yang lebih tsiqah. Kedua-duanya sama-sama lemah.
Daftar Pustaka
Thahan, Mahmud. 2006. Tafsir Musthalah Hadits terjemah: Abu Fuad. Bogor: Pustaka Tariqul Izzah