Bentrokan Berdarah di Padang Mu’tah
January 16, 2011The Battle Of Khandaq (Bagian 2 Dari 4)
January 16, 2011The Battle Of Khandaq (Bagian 1 Dari 4)
(Kisah Perjuangan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Dan Para Shahabatnya Dalam Mempertahankan Kota Madinah)
Oleh. Rahman Hakim
Mahasiswa Fakultas Dakwah Dan Ushuludin, Universitas Islam Madinah
Pendahuluan
Madinah, malam itu suasana kota sangat mencekam. Pasukan koalisi yang terdiri dari suku Quraisy, Yahudi, dan beberapa kabilah Arab sedang mengepung kota Madinah. Sudah beberapa hari lamanya pengepungan berlangsung namun belum membuahkan hasil. Pasukan kaum musyrikin tidak dapat merangsek masuk ke dalam kota karena terhalang oleh Khandaq atau parit yang telah dipersiapkan kaum muslimin sebelumnya untuk menyambut kedatangan mereka. Baik pihak penyerang maupun yang diserang, sama-sama sedang turun mentalnya melihat situasi yang tidak ada kepastiannya ini.
Di bawah gelapnya malam yang menyelimuti Madinah, di tengah dinginnya udara gurun pasir –hawa dingin disertai badai angin yang mendadak berhembus kencang- terlihat seorang laki-laki sedang berjalan seorang diri mencoba menyusup ke kamp pasukan musuh. Dengan sikap penuh kehati-hatian dan ketenangan, ditambah gelapnya malam, ia berhasil masuk ke kerumunan pasukan musuh tanpa seorang pun dari tentara kaum musyrikin yang menyadari keberadaannya. Dialah Hudzaifah bin al-Yaman, seorang shahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang di kemudian hari dicatat dalam sejarah sebagai Spionase atau mata-mata tangguh pada era pemerintahan pertama Islam di bawah panji Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Malam itu beliau menjalankan satu misi intelijen yang sangat berbahaya: menyusup ke kamp musuh dan memonitori keadaan pasukan kaum musyrikin, kemudian kembali lagi ke Madinah untuk melaporkan hasilnya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tanpa diketahui pihak lawan sama sekali!
Hudzaifah bin al-Yaman akhirnya berhasil masuk ke jantung pasukan musuh. Setelah berjalan tanpa diketahui oleh seorangpun identitas aslinya, beliau akhirnya mendapati posisi Abu Sufyan, salah satu tokoh pasukan musyrikin, sedang membuat api unggun dikelilingi oleh para pengikutnya, yang jika ada penyusup mendekat, langsung dapat diketahui oleh mereka. Namun di luar dugaan Hudzaifah, tiba-tiba panglima pasukan kafir Quraisy itu mengeluarkan instruksi kepada kaum Quraisy untuk mengecek setiap orang yang ada disamping kanan dan kirinya, “Wahai kaum Quraisy, hendaklah setiap orang dari kalian mengecek, siapa gerangan orang yang ada didekatnya!” Posisi Hudzaifah dalam bahaya. Jika ketahuan, nyawanya-lah yang akan menjadi bayarannya (Al-Masyath, 2006).
Perang Ahzab
Sepenggal cerita di atas hanyalah sekelumit dari kejadian di perang Ahzab. Disebut Ahzab, karena pasukan penyerang terdiri dari gabungan beberapa kelompok kabilah bangsa Arab, yang mana kelompok dalam bahasa Arab disebut Hizb, sedangkan Ahzab adalah bentuk jamak dari kata Hizb. Pertempuran ini juga fenomenal dengan nama perang Khandaq yang berarti parit. Disebut demikian karena untuk pertama kalinya dalam sejarah peperangan di jazirah Arab, strategi parit digunakan oleh bangsa Arab yang di pimpin oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk menahan gempuran pasukan kaum musyrikin yang memiliki keunggulan dalam segi kuantitas pasukan yang luar biasa besarnya.
Perang Khandaq itu terjadi pada tahun kelima hijriyah, tepatnya pada bulan Syawal. Banyak tulisan yang mengisahkan tentang terjadinya perang ini, hanya saja disini penulis mencoba mengisahkannya kembali dengan sedikit penyempurnaan pada tulisan-tulisan yang telah ada. Selamat menikmati!
Yahudi, Biang Keladi Di Balik Perang Ahzab
Di tengah padang pasir yang tandus, di bawah langit yang tak bertiang, terlihat segerombolan orang Yahudi berjumlah 20 orang bersama para dedengkot Bani Nadhir bergerak menuju Mekkah. Dalam lubuk hati mereka, tersimpan rasa dendam yang amat membara terhadap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan kaum muslimin, terutama setelah mereka diasingkan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam ke khaibar. Kaum Yahudi itu sangat jengkel terhadap pesatnya perkembangan Islam di Madinah. Dari situ mulailah mereka merencanakan sebuah konspirasi terhadap kaum muslimin, kemudian mempersiapkan berbagai peralatan perang untuk menyerang Madinah dengan suatu serangan yang mematikan.
Berbicara tentang kemampuan provokasi dan sabotase, sepertinya tidak ada yang menandingi bangsa Yahudi dalam hal ini, dari dulu hingga sekarang. Merasa tidak akan mampu menyerang Madinah seorang diri, mereka dengan licik menyusun sebuah rencana keji untuk mengajak kabilah-kabilah yang ada di jazirah Arab untuk menggempur kota Madinah dengan sebuah kekuatan militer yang besar. Maka berangkatlah dua puluh orang tokoh Yahudi dan pemuka dari Bani Nadhir menuju Quraisy di Makkah, guna memprovokasi mereka agar mau berkoalisi menyerang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan Madinah bersama-sama. Karena faktor rasa sakit hati yang masih membekas di hati para pemimpin Quraisy setelah kekalahan mereka yang memalukan di perang Badar, ditambah iming-iming janji kemenangan yang diobral oleh para tokoh Yahudi, maka orang-orang Quraisy menerima tawaran itu. Mereka melihat tawaran dari kaum Yahudi itu sebagai sebuah kesempatan emas untuk mengembalikan pamor mereka yang turun pasca perang Badar.
Tidak cukup memprovokasi suku Quraisy untuk ikut angkat senjata menyerang Madinah, delegasi Yahudi itu kemudian menuju suku Ghathafan, untuk turut mengajak mereka masuk dalam koalisi besar mereka dalam misi menyerang Madinah. Demikianlah akhirnya para pemuka Yahudi itu berhasil menyatukan kelompok-kelompok orang kafir untuk menyerang Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dan kaum Muslimin secara keseluruhan.
Akhirnya terbentuklah suatu kekuatan militer yang luar biasa besar, yang belum pernah terjadi dalam sejarah pertempuran di jazirah Arab. Pada waktu yang ditentukan, keluarlah pasukan koalisi ini secara serentak. Dari selatan, suku Quraisy dan Kinanah serta para sekutu mereka dengan jumlah empat ribu prajurit beserta perlengkapan perang mereka. Sesampai di daerah yang bernama Marr azh-Zhahran mereka dikejutkan dengan bergabungnya suku Bani Sulaim. Sedangkan dari timur, keluarlah kabilah-kabilah dari suku Ghathafan, yaitu Bani Firazah yang dipimpin oleh Uyainah bin Hisn, Bani Murrah yang dipimpin oleh al-Harist bin Auf, dan Bani Asyja’ yang dikomandoi oleh Mis’ar bin Rakhilah, serta ikut juga Bani Asad dan lainnya. Maka bergeraklah pasukan gabungan ini menuju kota Madinah untuk menuju pos masing-masing sesuai dengan kesepakatan sebelumnya.
Selang beberapa hari saja, berkumpullah di sekitar kota Madinah pasukan yang sangat besar jumlahnya, mencapai sepuluh ribu prajurit, jumlah itu barangkali melebihi jumlah seluruh penduduk Madinah, mulai dari wanita, anak-anak, pemuda dan orang tua. Seandainya pasukan koalisi ini melakukan serangan secara mendadak ke Madinah, tentu akan mengakibatkan dampak yang sangat berbahaya melebihi apa yang terbayangkan bagi eksistensi kaum muslimin, bahkan mungkin bisa menghancurkan kaum muslimin hingga ke akar-akarnya dan membantai sebagian dari mereka (Al-Mubarakfuri, 2005).
Pasukan Gabungan, Taktik Andalan Hingga Zaman Ini
Perang merupakan sebuah bagian yang tidak bisa dilepaskan dari sejarah peradaban manusia di bumi ini, dari dahulu hingga sekarang. Meskipun orang sadar dan tahu bahwa ia dapat menimbulkan banyak kerugian pada semua pihak termasuk yang memulai perang. Banyak faktor yang dapat memicu terjadinya peperangan di muka bumi ini. Namun, biasanya perang, menurut Sayyidiman, terjadi karena ada suatu bangsa yang tidak puas dengan sikap bangsa lain. Ketika jalan diplomasi mengalami kebuntuan, maka perang adalah jalan terakhir untuk mencapai keinginan (Pengantar ilmu perang, 2008).
Dalam hal ini, orang-orang kafir itu sangat tidak puas dengan pesatnya perkembangan Islam di Madinah yang dipimpin oleh Nabi Muhammad bin Abdullah shallallahu alaihi wa sallam. Berbagai macam cara telah ditempuh untuk menghentikan dakwah beliau; mulai dari memfitnah, mengucilkan, hingga mengiming-iminginya dengan harta, tahta, wanita, dan jabatan. Namun semua usaha itu nihil hasilnya (lihat: Rizqullah, 2006). Maka peranglah jalan keluar satu-satunya.
Pada galibya, pihak penyerang memiliki kekuatan militer yang lebih besar daripada pihak yang akan diserangnya. Karena mustahil serangan dimulai oleh pihak yang kemampuan militernya di bawah pihak yang akan diserang. Hanya saja, jika kekuatan dua kubu itu berimbang atau kekuatan penyerang lebih kecil dari yang akan diserang, ia akan mencari teman guna melakukan penyerangan bersama-bersama atau yang dikenal dengan serangan gabungan. Pada umumnya, cara yang dipakai adalah teknik provokasi atau menghasut pihak lain untuk ikut angkat senjata, tentunya dengan berbagai macam cara agar ia bersedia turut menggempur musuhnya. Masih segar dalam ingatan kita, ketika negeri paman sam membombardir habis negeri Iraq. Meskipun AS punya kekuatan militer yang super power, namun rupanya ia tetap riskan jika harus berperang sendirian. Maka ia pun mengajak negara-negara sekutunya untuk turut bersama-sama menggempur Iraq. Selain agar perang cepat selesai dalam waktu singkat karena kekuatannya yang lebih besar, pasukan gabungan AS ini juga akan memiliki kekuatan politik yang lebih besar dihadapan dunia.
Berkaitan dengan peristiwa perang Khandaq kali ini, bangsa Yahudi sukses mengompori kabilah-kabilah di jazirah Arab untuk menggempur secara bersama-sama Rasulullah dan pengikutnya di Madinah. Mereka sadar, menyerang seorang diri tidaklah akan berhasil. Karena itu, taktik serangan gabungan inilah yang mereka terapkan di kesempatan itu. Hal ini menunjukkan akan kejeniusan bangsa Yahudi dan kemampuannya dalam melakukan diplomasi dalam memprovokasi bangsa lain. Pun di zaman modern ini, metode serangan gabungan masih saja dipakai dalam beberapa peperangan yang terjadi pada tahun-tahun belakangan ini.
Intelijen Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam Berhasil Mengendus Gelagat Tidak Beres Kaum Musyrikin
Madinah, sebuah kota di jazirah Arab, dahulu daerah ini dikenal dengan nama Yatsrib. Semenjak hijrahnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ke wilayah ini, kota ini dikenal dengan julukan Madinatur Rosul atau “Kota Nabi”. Denyut nadi kehidupan masyarakatnya mengalami peningkatan yang signifikan sejak diterapkannya syariat Islam. Peningkatan itu terjadi dalam semua lini kehidupan, karena risalah Islam bukan terbatas hanya mengatur masalah hubungan antara hamba dengan Tuhannya, namun juga mengatur segala sendi kehidupan manusia, baik politik, ekonomi, sosial, budaya dan lainnya.
Dari segi HANKAM (pertahanan dan keamanan), kepemimpinan di Madinah oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah kepemimpinan yang tangguh. Beliau sangat memahami keadaan yang sebenarnya dan tidak tinggal diam begitu saja. Tetapi mengirimkan intelijen untuk mengawasi tindak-tanduk kaum musyrikin. Dampak yang bisa ditimbulkan adalah agar dapat mengambil keputusan yang tepat ketika harus menghadapinya. Oleh sebab itu, sebelum pasukan gabungan tersebut bergerak meninggalkan tempat, berita tentang mereka dan rencana penyerbuan yang sangat berbahaya ini sudah sampai ke telinga para pemimpin di Madinah (Al-Mubarakfuri, 2005).
Begitu berita itu sampai, bergegaslah Rasulullah memanggil para shahabatnya guna mengadakan musyawarah tingkat tinggi membahas strategi pertahanan kota Madinah dalam jangka ke depan. Terkhusus dalam menghadapi agresi militer pasukan gabungan kaum musyrikin yang berjumlah besar itu. Setelah berdiskusi antara para pemimpin dan pakar perang, mereka sepakat mengambil strategi yang diusulkan oleh Salman al-Farisi.
Salman berkata, “Wahai Rasulullah, dahulu kami di negeri Persia, apabila dikepung (musuh), kami membuat parit di sekitar kami (untuk mempartahankan diri dari gempuran lawan dan menahan laju serangan).” Usulan itu merupakan strategi yang sangat jitu dan belum pernah dikenal oleh bangsa Arab sebelumnya. Sehingga manakala diterapkan, tentunya akan memberikan kejutan yang besar kepada pihak musuh, mengingat bangsa Arab belum mengenal dan memahami bagaimana cara menghadapi taktik ini sebelumnya (Al-Mubarakfuri, 2005).
bersambung…