Mengucapkan Selamat Natal Dan Natal Bersama
December 24, 2011Bagaimana Cara Memahami Alquran
January 25, 2012Pentingnya Kalimat Yang Baik Dalam Berdakwah
Oleh Ustadz Alfi Syahar, M.A
Bagi setiap muslim khususnya para Da’i, memilih kalimat dan kata-kata yang baik amatlah penting dan perlu. Sebab kesalahan dalam memilih kata terkadang akan menyebabkan kesalah pahaman yang justru membuat orang lari menjauh.tulisan ini bertujuan agar kita tahu metode dan cara-cara terpilih dalam merangkai ucapan yang baik, tatkala menunjukan orang lain kepada kebaikan, yang mencerminkan cinta dan kasih sayang serta dapat menyentuh hati.
Bagaimana kalimat yang baik itu ?
Diantara hal-hal pokok yang dapat dijadikan tolak ukur dari kalimat yang baik adalah apabila :
- Dapat membuat orang lain yang mendengar senang dan menjadikan hatinya luluh.
- Memberikan pengaruh yang besar ke dalam jiwa orang yang mendengarnya.
- Membuahkan efek positif dan tindakan yang baik dalam segala kondisi, dengan izin Allah.
- Dapat membuka pintu-pintu kebaikan dan menutup pintu-pintu keburukan .
Di samping itu kalimat yang baik juga memiliki ciri-ciri, di antaranya adalah :
- Indah, lembut, tidak menyinggung perasaan dan tidak mencabik-cabik jiwa (perasaan).
- Indah dalam lafadz (susunan kata) maupun makna (isi).
- Membuat rindu orang yang mendengarnya dan membuat hati tergetar/tersentuh.
- Memberikan hasil yang positif dan berguna, tujuannya membangun, dan manfaatnya nyata.
Dalil-dalil berkaitan dengan kalimat yang baik
- Dari Al Qur’an
“Serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.” [QS.Al Baqarah : 83]
“ Dan katakanlah kepada Hamba-hambaKu, Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar)” [QS. Al Israa’: 53].
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi shadaqah, atau berbuat ma’ruf atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kami kelak memberi kepadanya pahala yang besar”. [QS. An Nisaa: 14].
“Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shalih” [QS.Faathir :10].
- Dalil dari As Sunnah
“Jagalah diri kalian dari api neraka walau hanya sebiji buah kurma dan kalau kalian tidak memilikinya, maka dengan kalimat yang baik.” [HR.Bukhari]
Maka kalimat yang baik dapat menjadi salah satu sebab keselamatan dari Neraka. Dan boleh jadi seseorang Da’i menyampaikan ucapan yang baik, dengan niat yang benar, lalu dengannya Allah menyelamatkan orang lain dari Neraka, maka layak bagi Da’i tersebut untuk mendapatkan balasan yang semisalnya dari Allah, yaitu diselamatkan dari api neraka. Karena balasan adalah setimpal dengan apa yang telah dikerjakan.
“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kalimat yang diridhai Allah, yang ia tanpa sangka-sangka ternyata dengan kalimat itu Allah mengangkatnya beberapa derajat.” [HR.Bukhari]
Betapa besar karunia dan keutamaan yang Allah berikan kepada hambaNYa apalagi bagi para Da’i yang memberikan kalimat-kalimat yang baik kepada orang lain, kelak Allah akan membalas dengan keridhaanNya dan mengangkat derajat di Syurga.
“Dan kalimat yang baik adalah (merupakan) shadaqah.” [HR.Bukhari].
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau diam.” [HR.Bukhari dan Muslim].
Merupakan salah satu dari buah keimanan kepada Allah dan hari akhir adalah seseorang berbicara yang baik dan memberi manfaat bagi dirinya, orang lain dan umat.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr, Rasulullah pernah memberitahukan bahwa Syurga ada kamar yang bagian luarnya tampak dari dalam dan bagian dalamnya tampak dari luar. Ketika ditanyakan untuk siapakah kamar itu, maka Rasulullah menjawab :
“Bagi orang yang baik perkataanya, memberikan makan, dan bangun (shalat) malam ketika orang sedang tidur.” [Shahih riwayat Ath Thabrani dan Al Hakim].
Beberapa Faidah kalimat yang baik
- Merupakan lambang dan cerminan dari orang yang mengucapkannya, juga sebagai tanda kebaikan pengucapnya.
- Dapat menjaga diri dari api Neraka.
- Dapat mengubah musuh menjadi kawan, kebencian menjadi cinta kasih dan kelembutan atas izin Allah.
- Membuahkan perilaku yang baik di di dalam segala kondisi.
- Kalimat yang baik naik ke langit dan dapat membuka pintu-pintunya.
- Ia merupakan petunjuk (hidayah) dari Allah dan keutamaan dari Nya.
- Pahalanya disejajarkan dengan pahala shadaqah.
- Dapat menenangkan hati yang gundah, menghapus air mata dan mendamaikan orang yang sedang bermusuhan.
Kalimat yang baik dan senyum.
Senyum atau wajah berseri-seri biasanya merupakan pasangan dari kalimat yang baik, bahkan keduanya merupakan dua hal yang sangat sulit untuk dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Maka setiap muslim dan lebih khusus para Da’i hendaknya selalu berhias dengan dua perilaku ini di hadapan orang lain. Sehinggan terjalin hubungan yang harmonis dan saling bersikap lembut. Sebab tidak ada kebaikan pada diri seseorang yang tidak mau bersikap lembut dan tidak mau diajak lembut.
Seorang sahabat Rasulullah Jarir Al Bajaliy berkata: “Tidak penah aku melihat Rasulullah di hadapanku kecuali pasti Beliau tersenyum.”
Sebagai perbandingan atau rumus adalah, kalimat yang baik bila digabungkan dengan senyum (muka yang berseri) maka akan menghasilkan cinta dan kelembutan.
Rasulullah merupakan orang yang paling baik ucapannya, Beliau banyak diam, namun kalau berbicara selalu fasih dan benar. Beliau tidak pernah berbicara, kecuali yang dibutuhkan, selalu cerah dan bergembira, mempermudah orang, lemah lembut kepada orang lain, tidak kasar atau keras, tidak membentak-bentak atau teriak, tidak berkata kotor maupun mencela. Selalu berkata benar dan tidak berbicara kecuali karena mengharap ridha dan pahala Allah. Inilah sebagian dari sifat Rasulullah yang disebut oleh Allah sebagai manusia ‘ala khluqin ‘adzim (memiliki akhlaq yang agung) [QS. Al Qalam : 4].
Bagaimana berbicara dengan orang lain ?
Islam mengajarkan adab berbicara dengan orang lain dan kaidah yang dituntut agar selalu dijaga. Dengan menerapkannya, maka seorang muslim berarti telah berusaha untuk berada dalam koridor yang ditetapkan oleh Allah dan beramal diatas keridhaan-Nya serta menjauhi kemurkaanNya.
Adab-adab tersebut :
- Hendaknya setiap pembicaraan bertujuan untuk kebaikan. Sebagaimana hadits riwayat Imam Al Bukhari yang menjelaskan bahwa Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari akhir , hendaklah berkata yang baik atau diam. Maka setiap pembicaraan diusahakan memiliki nilai kebaikan , ia juga harus mempunyai sasaran dan memberi faidah.
- Jauh dari segala unsur kebathilan. Ibnu ‘Abbas pernah berkata : “Orang yang paling besar dosanya di hari kiamat adalah yang paling banyak terjerumus dalam kebathilan.” Berkata juga Salman : “Orang yang paling banyak dosanya di hari kiamat adalah yang paling banyak terlibat dalam kemaksiatan.”
- Menjauhi pertengkaran dan Jidal. Dari Abu Umamah Al Bahili dari Rasulullah, Beliau bersabda : “Aku menjamin rumah di tepi Syurga bagi siapa saja yang meninggalkan Miro’ (perdebatan) walaupun ia berada di pihak yang benar.”
- Jauh dari memperbesar / memperberat pembicaraan dan masalah. Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku kedudukannya di hari kiamat adalah orang yang banyak berbicara, yang besar mulut dan orang yang suka memperlebar ucapan.”
- Menyesuaikan diri dengan lawan bicara, Baik dari sisi syar’i maupun kondisi. Tercermin dari sabda Rasulullah : “Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi yang lebih kecil dan tidak menaruh rasa hormat terhadap yang lebih tua. “ [berkata Imam An Nawawi, hadits shahih riwayat Abu Daud dan At Tirmidzi, berkata At Tirmidzi, hadits hasan shahih].
Nabi telah mengajarkan kepada para sahabatnya tentang perilaku dan jalan hidup beserta penerapannya. Yaitu dengan memberikan kepada orang yang memiliki keutamaan dan kedudukan apa yang sesuai untuknya, baik itu dalam masalah imamah ‘uzhma, dalam keamiran yang skalanya lebih kecil , dalam masalah imam shalat, serta dalam berbagai sikap dan perilaku dalam bermasyarakat secara umum.
Wallahu’alam.
Maraji’ : Kutaib “Al Kalimah Ath Thayyibah Kaifa Tastatsmiruha Da’awiyan” oleh Khalid bin Abdurrahman Ad Darwisy, terbitan Daarul Wathan, Riyadh.