Menanam Generasi
Menanam Generasi
February 18, 2012
Wanita Tua Teman Nabi Musa disurga
February 19, 2012
Menanam Generasi
Menanam Generasi
February 18, 2012
Wanita Tua Teman Nabi Musa disurga
February 19, 2012

Sudah Halalkah Makanan dan Minuman Kita?

Halal fix

Oleh: Alfi Syahar, M.A.

Agama Islam adalah agama yang sempurna. Agama ini mengajarkan kepada manusia dalam seluruh aspek, yang menjadi kebutuhan dalam rangka keberlangsungan hidupnya. Mulai dari hal yang sangat privat hingga masalah yang itu merupakan kepentingan masyarakat. Ajaran agama yang mulia ini juga memberikan pedoman kepada kita apa yang harus kita lakukan dan apa yang mesti kita jauhi, baik itu yang menyangkut kebutuhan pribadi maupun keperluan orang banyak. Begitu sempurnanya ajaran Islam, hingga tak ada satu pun yang terlewat, karena memang agama ini datang dari Dzat yang Maha Mengetahui segala sesuatu.

Termasuk dalam ajaran Islam yang sempurna ini, ialah aturan mengenai makanan dan minuman yang kita konsumi. Dalam Islam, dikenal konsep makanan/ minuman yang halal dan haram. Sebuah konsep yang begitu agung, yang mengatur dan membimbing manusia agar senantiasa hidup penuh berkah sesuai dengan petunjuk hidayah.

Mengonsumsi makanan yang halal adalah keharusan. Allah berfirman:

يا أيها الذين ءامنوا كلوا من طيبات ما رزقناكم

“Hai orang-orang yang beriman makanlah diantara rizki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu.” (QS.Al Baqarah: 172)

Adapun mengkonsumsi makanan yang haram, disamping mendatangkan mudharat dari segi kesehatan, juga menimbulkan mudharat dari segi agama yaitu berupa ancaman siksa, karena hal itu adalah pelanggaran terhadap ketentuan agama Islam.

Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa mengonsumsi sesuatu yang haram bisa menghalangi terkabulnya do’a. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda yang artinya: “Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang beriman serupa dengan apa yang diperintahkan kepada para Rasul.” Allah berfirman yang artinya: “Hai para Rasul makanlah dari segala sesuatu yang baik dan beramalah dengan amalan yang baik.” Firman Allah juga, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman makanlah dari apa-apa yang baik yang telah kami rizkikan kepadamu.” Kemudian beliau  menceritakan seorang laki-laki yang telah lama perjalanannya, rambutnya kusut penuh debu, dia mengangkat kedua tangnnya ke langit dan berdo’a: “Ya Rabb, Ya Rabb! Sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dikenyangkan dengan sesuatu yang haram, bagaimana ia akan dikabulkan doa’anya.” (HR. Muslim no. 1015)

A.    HUKUM DASAR
Pada dasarnya semua makanan hukumnya adalah halal, kecuali yang diharamkan oleh dalil, Allah berfirman:

هو الذي خلقكم ما في الأرض جميعا

“Dialah yang telah menjadikan segala sesuatu yang ada di bumi ini untuk kamu…” (QS. Al Baqarah: 29)

Syeikh Abdurrahman As Sa’di menafsirkan: “Dalam ayat diatas terdapat dalil bahwa pada dasarnya segala sesuatu itu halal dan suci karena ayat tersebut konteksnya adalah menyebutkan nikmat.” (Tafsir As Sa’di,  hlm. 30)

B.    SYARAT MAKANAN YANG HALAL

1.    Suci, bukan najis atau yang terkena najis. Allah berfirman:

إنما حرم عليكم الميتة و الدم و لحم  الخنزير وما أهل به لغير الله

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang disembelih dengan nama selain Allah.” (QS. Al Baqarah: 173)

2.    Aman, tidak bermudharat baik yang langsung maupun yang tidak langsung. Allah berfirman:

ولا تلقوا بأيديكم إلى التهلكة

“Dan janganlah kamu menjerumuskan diri kamu ke dalam kebinasaan” (QS. Al Baqarah: 195)

3.    Tidak memabukkan. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Setiap yang memabukkan adalah khamar dan setiap khamar adalah haram.” (HR. Muslim no. 2003)

4.    Disembelih dengan penyembelihan yang sesuai dengan syari’at jika makanan itu berupa daging hewan.

C.    ASAL USUL MAKANAN
Dilihat dari segi asal usul makanan dibagi menjadi dua: Makanan Nabati dan Hewani. Yang kedua (makanan heawani) dibagi menjadi dua: hewan air dan hewan darat. Makanan yang berasal dari hewan darat dibagi menjadi empat, yaitu: buas, jinak, unggas, serangga.

1. Makanan Nabati. Hukum asalnya adalah halal, dalilnya adalah surat Al Baqarah: 29, dan hadits Salman Al Farisi,  Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda yang artinya: “Yang halal adalah yang dihalalkan oleh Allah dalam kitab-Nya dan yang haram adalah yang diharamkan oleh Allah dalam kitab-Nya dan yang didiamkan maka itu dimaafkan.” (HHR. At Tirmidzi no. 1730, ia berkata: gharib dan mauquf lebih shahih)

2. Makanan Hewani
a. Hewan air: Hukum dasarnya adalah halal, dalilnya firman Allah yang artinya:

أحل لكم صيد الير…

“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut.” (QS. Al Maidah: 96)

Juga sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam yang artinya: “(air laut ) itu suci dan bangkainya halal.” (HR. Abu Daud no. 83 dan At Tirmidzi no. 69 ia berkata hasan shahih). Kecuali buaya karena ia termasuk hewan bertaring dan buas, juga ular dan kodok.

Abdurrahman bin Utsman berkata: “Telah datang seorang Thabib kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam meminta izin menjadikan kodok sebagai ramuan obat, maka Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam melarangnya untuk membunuh kodok.” (HR. Abu Daud no. 3871, An Nasaa’i no. 4062, dan dishahihkan oleh Syeikh Al Albani)

b.  Hewan darat

1. Binatang buas. Ibnu Abbas berkata: “Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang memakan binatang buas yang bertaring dan burung yang bercakar.” (HR. Muslim no. 1934). Berpijak dari hadits ini maka binatang buas yang diharamkan adalah binatang yang bertaring.

2. Binatang jinak. Hukum asalnya adalah halal, dalilnya Allah berfirman:

أحلت لكم يهيمة الأنعام

“Dihalalkan bagimu binatang ternak.” (QS. Al Maidah: 1). Kecuali keledai, ia diharamkan dalam hadits dari Jabir ia berkata: “Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam melarang pada perang Khaibar untuk makan daging keledai dan mengizinkan makan daging kuda.” (HR. Bukhari no. 5524 dan Muslim, 1941)

3. Unggas. Hukum dasarnya adalah halal. Zahdam Al Jarmi berkata: “Saya pernah datang kepada Abu Musa Al ‘Asy”ari dan ia sedang makan daging ayam, lalu ia berkata: “Mendekat dan makanlah! Karena aku melihat Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam memakannya.” (HR. At Tirmidzi no. 1836. Ia berkata hasan). Kecuali burung pemangsa dengan cakar sebagai  senjatanya. Sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas diatas, juga burung pemakan bangkai seperti gagak, sebagaimana Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda yang artinya: “Lima Fawaasiq, dibunuh baik dalam wilayah haram, atau diluar wilayah haram, : Gagak, Elang, tikus, kalajengking, dan anjing penggigit.” (HR.Bukhar no. 1829, Muslim no. 1198). Dan hewan yang halal tidak dibunuh melainkan disembelih, karena jka dibunuh maka ia menjadi bangkai.

4. Serangga yang menjijikan haram hukumnya, dalilnya firman Allah:

ويحل لهم الطيبات ويحرم عليهم الخبائث

“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan segala yang buruk.” (QS. Al ‘Araf :157). Dan sesuatu yang buruk dan menjijikan tidak termasuk dalam kategori ath thoyyibat. Allah berfirman:
قل أحل لكم الطيبات
“Katakanlah dihalalkan bagi kalian yang baik-baik.” (QS. Al Maidah: 4)

Adapun belalang maka ia halal tanpa diragukan, Abdullah bin Abi Aufa berkata: “Kami telah berperang sebanyak tujuh kali peperangan dengan memakan Belalang bersama Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam.” (HR. Bukhari no. 5495, Muslim no.1952)

Seorang muslim wajib mengetahui hal ini (tentang halal dan haram), karena memang ini adalah perintah agama. Terlebih jika kemudian kita melihat kondisi masyarakat di sekitar, yang semakin tidak mempedulikan ajaran Islam. Mereka seenaknya makan dan minum, dengan mengabaikan kehalalan dan keharamannya. Yang penting adalah bagaimana perut mereka bisa kenyang dan puas. Padahal jika mereka mengetahui akibat dari mengonsumsi makanan dan minuman yang haram, tentu mereka akan bersegera mengeluarkan kembali apa yang ada dalam perut mereka, dan mereka akan menyesali perbuatannya. Maka dari, penting bagi kita untuk mengetahui mana makanan/ minuman yang halal kita konsumi dan mana yang haram untuk kita konsumsi, untuk kemudian kita dapat melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Wallahu’alam

Sumber bacaan:

1.    Al Uddah Syarah Umda, karya Baha’uddin Abdurrahman Al Maqdisi.
2.    Al Majmu’, karya Abu Zakariya Yahya bin Sharaf An Nawawi.
3.    Al Mughni, karya Ibnu Qudamah Al Maqdisi.
4.    Fiqh As Sunnah, karya Sayyid Sabiq.