Kapankah seharusnya pendidikan adab dan akhlak diberikan? Saat masih kanak-kanak atau sebaiknya menunggu hingga anak-anak lebih dewasa? Bagaimana keteladanan as-Salafus Shalih dalam hal ini?
“Pendahulu-pendahulu saya,” tutur Sufyan at-Tsawri (w. 161 H.), “tidak mengizinkan anak-anak mereka keluar menuntut ilmu sebelum anak-anak tersebut beradab dan terbiasa dengan ibadah dua puluh tahun.”
كانوا لا يخرجون أبناءهم لطلب العلم حتى يتأدبوا ويتعبدوا عشرين سنة
Pernyataan senada diungkapkan juga ulama Salaf yang lain, antara lain Muhammad ibn Sirin (w. 110 H.), Ubaidullah ibn Umar (w. 147 H.), al-Layts ibn Sa’d (w. 175 H.), Abdullah ibn al-Mubarak (w. 181 H.), Mikhlad ibn Husayn (w. 191 H.), Ibrahim ibn Habib as-Syahid (w. 203 H.), dll. (Lihat: Dr. Muhammad ibn Mathar al-Zahrani, Min Hady al-Salaf fii Thalab al-‘Ilm, Riyadh: Dar Thaybah, 1421 H/2001 M, hlm. 25).
Pernyataan Sufyan al-Tawri tersebut juga menunjukkan bahwa adab yang dimaksud di sini sangat luas artinya. Termasuk di dalamnya pendidikan ibadah, khususnya yang bersifat individu, semacam shalat, puasa, zikir, tadabbur Al-Qur’an, dll.
Bunyi pernyataan Abdullah ibn al-Mubarak rahimahullah sbb:
طلبت الأدب ثلاثين سنة، وطلبت العلم عشرين سنة، وكانوا يطلبون الأدب ثم العلم
“Aku telah belajar adab 30 tahun, dan aku telah menuntut ilmu 20 tahun. Mereka (pendahuluku) selalu menuntut adab baru kemudian menuntut ilmu.”
Pernyataan sejumlah ulama Salaf tersebut tidak akan asing bila kita membaca bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memang mengajarkan untuk mendidik anak-anak untuk menjaga adab. Berikut ini adalah contoh pendidikan adab saat makan yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
عن حديث عُمَرَ بْنِ أَبِي سَلَمَةَ قَالَ: كُنْتُ غُلاَمًا فِي حَجْرِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، وَكَانَتْ يَدِي تَطِيشُ فِي الصَّحْفَةِ، فَقَالَ لِي رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم: يَا غُلاَمُ، سَمِّ اللهَ، وَكلْ بِيَمِينِكَ، وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ. فَمَا زَالَتْ تِلْكَ طِعْمَتِي بَعْد.ُ (متفق عليه).
Dari Umar ibn Abi Salamah radhiyallahu anhu, “Aku dulu anak yang dipelihara di bawah pengasuhan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. (Suatu waktu saat makan) tanganku menggeranyangi nampan makanan. Maka Rasulullah bersabda kepadaku, ‘Wahai ananda, bacalah basmalah, makan dengan tangan kananmu, dan makanlah dari bagian yang dekat denganmu.’ (kata Umar ibn Abi Salamah selanjutnya,) ‘Maka senantiasa demikianlah cara makanku setelah itu.”
Pengakuan Umar ibn Abi Salamah bahwa demikianlah cara makannya sejak saat itu menunjukkan betapa pendidikan adab sejak kecil akan berbekas hingga anak tersebut dewasa kelak. Sangat berbeda bila adab-adab seperti itu baru akan ditanamkan setelah dewasa.
Rekomendasi
- Gunakan berbagai momen kebersamaan keluarga, seperti makan bersama, shalat berjamaah, piknik, dsj, untuk mengajarkan dan mempraktekkan adab-adab dan akhlak Islam, sebagaimana contoh yang diberikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di atas.
- Libatkan anak-anak dalam sosialisasi ke kerabat dan masyarakat dengan memberi teladan dan arahan tentang adab dan akhlak bergaul. Sebab, praktek langsung di lapangan akan memberi bekas yang lebih mendalam kepada benak anak-anak.
- Ingatkan anak-anak bahwa adab dan akhlak Islam dilaksanakan karena Allah Ta’ala dan bersumber dari ajaran Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Pengertian ini penting untuk diberikan sebab amal yang diterima hanya bila dilakukan karena mengharap ridha Allah Ta’ala dan sejalan dengan tuntunan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
- Jadilah teladan yang baik dalam berucap dan berperilaku. Sebab, khususnya hingga usia mumayyiz, anak sangat bergantung kepada model yang diberikan oleh orang tuanya sebagai rujukan primer dalam bersikap dan berprilaku.
- Optimalkan cara mendidik lewat kisah, seperti cerita, buku anak, atau film bermanfaat. Di usia kecil, anak-anak masih dalam fase meniru. Di usia tersebut, anak sangat penting diasupi dengan teladan-teladan yang bisa dia jadikan rujukan.
Sumber : Markazinayah.com / Abou Sarah al-Mousa