10 Keutamaan Shalat Subuh Berjamaah
March 5, 2014
Seminar & Open House MI al-Wahdah
March 10, 2014
10 Keutamaan Shalat Subuh Berjamaah
March 5, 2014
Seminar & Open House MI al-Wahdah
March 10, 2014

Membangun Pondasi Rumah Tangga Islami (1)

Asas Ketaqwaaan

أَفَمَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَىٰ تَقْوَىٰ مِنَ اللَّـهِ وَرِضْوَانٍ خَيْرٌ أَم مَّنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَىٰ شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَانْهَارَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ ۗ وَاللَّـهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ ﴿١٠٩
“Maka apakah orang-orang yang mendirikan bangunan atas dasar takwa kepada Allah dan keridhaan-Nya itu lebih baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunan di tepi jurang yang runtuh, lalu (bangunan) itu roboh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka jahannam? Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. At-Taubah [9]: 109)

Pertanyaan Allah SWT dalam ayat tersebut tentu saja tidak membutuhkan jawaban. Sebab, jawabannya sangat jelas bahwa orang-orang yang mendirikan bangunan atas dasar takwa dan keridhaan-Nya pasti lebih baik dibanding orang-orang yang mendirikan bangunan di atas jurang yang roboh dan menimpa mereka, serta menjadikan mereka ikut terseret dalam neraka.

Serapuh Rumah Laba-laba
Dalam surat yang lain, Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa menggambarkan orang-orang yang berlindung di dalam bangunan, atau sistem, tata nilai, dan peradaban, di luar Islam seperti berlindung dalam rumah laba-laba. Tentu saja rumah laba-laba itu tak dapat berfungsi melindungi orang lain, bahkan dia sendiri tak akan mampu melindungi diri sendiri dari terpaan angin kencang atau desakan air, apalagi dorongan benda-benda keras lainnya.

Rumah laba-laba itu sesungguhnya sangat lemah, rentan, dan mudah roboh. Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa berfirman:

مَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِ اللَّـهِ أَوْلِيَاءَ كَمَثَلِ الْعَنكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتًا ۖ وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنكَبُوتِ ۖ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ ﴿٤١
”Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba, sekiranya mereka mengetahui.” (QS. Al-Ankabut [29]: 41)

Sebagai mujahid kita sepakat untuk menggunakan segala sumber daya yang kita miliki demi membangun sebuah bangunan besar yang kokoh dan kuat. Kita ingin semua manusia, baik yang beriman maupun yang kafir, dapat berlindung dan mendapat pengayoman di rumah besar tersebut, sebagai bentuk rahmatan lil alamin. Karena yang hendak dibangun adalah rumah besar, maka pertama kali yang dilakukan adalah memastikan bahwa tanah yang dipakai untuk mendirikan bangunan tersebut aman, tidak labil, apalagi di tepi jurang seperti yang digambarkan al-Qur`an tersebut.

Setelah memastikan bahwa tanah tempat berpijaknya bangunan tersebut kokoh, maka langkah selanjutnya membangun pondasi yang kuat. Pembangunan pondasi ini akan menentukan berapa banyak lantai yang akan dibangun di atasnya, berapa luasnya, dan berapa tingginya. Semakin kuat pondasinya, semakin besar bangunan yang bisa berdiri di atasnya, serta semakin tinggi dan menjulang ke angkasa. Demikian juga sebaliknya, semakin lemah maka akan semakin kecil dan lemah juga bangunan yang berdiri di atasnya.

Keluarga Sebagai tanda kekuasaan Allah yang harus dipertaruhkan Institusi keluarga merupakan salah satu dari sekian banyak tanda-tanda kebesaran Allah. Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa berfirman:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ ﴿٢١
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (QS. Ar-Rum [30]: 21).

Oleh karena itu, harga mahal keberlangsungan sebuah rumah tangga mutlak dipertaruhkan karena memang dari sebuah institusi yang baik akan lahir alumni generasi yang baik pula. Allah berpesan untuk terlebih dahulu mempertahankan institusi ini:

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِن كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّـهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا ﴿١٩
“Dan bergaullah dengan mereka (istri-istri) secara ma’ruf (baik /patut). Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa’ [4]: 19).

Mustahil akan lahir anggota keluarga yang baik dari institusi rumah tangga yang rusak dan tidak mampu mempertahankannya.

Tentu agar keberadaan keluarga tersebut menjadi pundi kebaikan dan pahala dari Allah, maka ‘tarbiyah’ dalam arti yang luas merupakan pondasi dasar yang harus senantiasa ditingkatkan dan dipertahankan dalam keadaan bagaimanapun. Begitulah urgensi pesan Nabi Ya’qub ‘alaihissalaam terhadap keadaan keber-agama-an keluarganya pasca ketiadaannya nanti:

أَمْ كُنتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِن بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَـٰهَكَ وَإِلَـٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَـٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ ﴿١٣٣
“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia Berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan kami Hanya tunduk patuh kepada-Nya“. (QS. Al-Baqarah [2]: 133).

Kegelisahan dan perhatian Nabi Ya’qub ‘alaihissalaam terhadap anak keturunannya adalah bagaimana sikap keber-agama-an mereka pasca kewafatannya kelak. Kekhawatiran beliau tidak tentang kehidupan ekonomi mereka dan lain sebagainya -meskipun ini juga merupakan bagian dari isyarat pesan Allah dalam firman-Nya:

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّـهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ﴿٩
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak keturunan yang lemah, yang mereka khawatir terhadap mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar“. (QS. An-Nisa’: 9)

Namun tentang suatu yang sangat vital dalam kehidupan manusia, yaitu tentang sikap dan pengamalan mereka akan ‘Ubudiyah’ kepada Allah dalam dimensinya yang luas yang tercermin dalam perjalanan tarbiyah dalam kehidupan keluarga.

Dalam konteks ini, keluarga ‘tarbiyah’ harus punya perhatian yang serius tentang program penjagaan dan perawatan diri dan seluruh anggota keluarga dari jilatan api neraka.

 

(bersambung)