Fenomena yang menyentuh Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma senantiasa berbuka puasa dengan orang-orang miskin. Apabila keluarganya melarang beliau melakukan hal tersebut, niscaya Abdullah bin Umar tidak akan menyantap makan malam.
Suatu pemandangan yang menyentuh, di mana pernah disaksikan seorang hartawan yang menghidangkan makanan ifthar kepada para pekerja dan orang miskin dengan tangannya sendiri di suatu tenda ifthar yang terdapat pada salah satu masjid di Arab Saudi.
Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama menyegerakan berbuka, tapi…! Menyegerakan berbuka artinya anda bersegera untuk berbuka ketika matahari telah terbenam. Bukan berarti anda bersikap tergesa-gesa ketika berkendara sehingga berpotensi menyebabkan kecelakaan lalu lintas karena ingin segera berbuka.
Apabila adzan maghrib dikumandangkan, seorang yang tengah berkendara di jalanan cukup berbuka dengan makanan atau minuman yang ada di sampingnya. Jika tidak memiliki makanan atau minuman, maka cukup dengan niat berbuka di dalam hati. Pahala menyegerakan berbuka insya Allah akan tetap diperoleh meski dengan sekadar niat berbuka.
Perkara yang disunnahkan ketika berbuka
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َ ان َك س ول َ َِّ ر ىَّ اللّ لَص ِ الله َ هْيَلَع مَّل َسَ و ىَ رِطْي ف لَع ات َبَ ط َ ر ْ لْبَق ن
َ
،َ أ يِِّ ْ لَ ي ص نِ ْ إَف م
َ
ْ ل ك ن َت
، ات َبَ ط ىَ ر ، لَعَف ْ ات َرَمَت نِ ْ إَف م
َ
ْ ل اَ ك ن َت سَح ْ ات َو َسَح نِم اء َم
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terbiasa berbuka puasa dengan ruthab (kurma muda) sebelum melaksanakan shalat. Jika tidak ada ruthab maka dengan tamr (kurma matang), jika tidak ada tamr, maka beliau cukup meneguk air dengan beberapa tegukan.”
Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berbuka puasa, mengucapkan perkataan berikut, َ
بَهَذ ِ أَمَّ الظ تَّلَتْاب َ ، و َ ع ر وق ْال تَبَثَ و رْجَ ْ ْ الْ نِ َ إ َّ اء َش اللّ
“Dahaga telah hilang, kerongkongan telah terbasahi, dan insya Allah pahala telah ditetapkan.”
Dan insya Allah pahala telah ditetapkan Pada do’a berbuka di atas, terdapat redaksi
َ تَبَثَ و رْجَ ْ ْ الْ نِ َ إ َّ اء َش اللّ
“Dan insya Allah (jika Allah berkenan) pahala telah ditetapkan.” apakah hal tersebut tidak bertentangan dengan kandungan sebuah hadits lain dengan redaksi َ
َّ لا ن
َ
ْ ق ول َي َّ د ك م َحَأ ْ ه م َّ الل يِ رِفْ اغ ْ ل نِ ِ إ َ ش تْئ
“Janganlah sekali-kali kalian mengucapkan, “Ya Allah, ampunilah aku jika Engkau berkenan.”
Terdapat perbedaan di antara keduanya, sehingga tidak ada kontradiksi antara kandungan kedua hadits tersebut.
Hadits pertama merupakan perbuatan untuk mencari keberkahan (tabarruk), menginformasikan (ikhbar), dan ungkapan pengharapan (raja), bukan dalam rangka meminta atau berdo’a.
Adapun hadits kedua merupakan do’a, ada permintaan yang dipanjatkan. Di mana salah satu etika berdo’a adalah membulatkan tekad, merendahkan diri, dan kontinu, sedangkan ucapan “Ya Allah, ampunilah aku jika Engkau berkenan” memberikan kesan bahwa orang yang mengucapkan tidak butuh atas pemberian Allah.
[Be Aware] Shalat Maghrib di bulan Ramadhan
Di bulan Ramadhan, terkadang wanita melaksanakan shalat Maghrib di luar waktu tanpa sadar. Hal ini dikarenakan adzan shalat Isya’ diakhirkan setengah jam atau lebih dari waktu yang biasa. Dengan begitu, para wanita menganggap waktu shalat Maghrib masih tersisa padahal sebenarnya waktu telah berakhir.
Asy-Syaikh Ibn Utsaimin rahimahullah mengatakan,
“Selama bulan Ramadhan, waktu Maghrib lebih lama dari waktu sebenarnya, di mana waktunya sampai menjadi satu seperempat jam setelah matahari terbenam. Dan dalam waktu tertentu terkadang mencapai satu setengah jam.”