Beberapa Kesalahan Ketika Ziarah Ke Masjid Nabawi
May 21, 2017
Berziarah ke Masjid Nabawi
May 23, 2017
Beberapa Kesalahan Ketika Ziarah Ke Masjid Nabawi
May 21, 2017
Berziarah ke Masjid Nabawi
May 23, 2017

Beberapa Kesalahan Yang Dilakukan Oleh Sebagian Jamaah Haji

♦ Beberapa kesalahan dalam Ihram
Melewati miqat tanpa berihram dari miqat tersebut hingga sampai ke Jeddah atau tempat lain. Setelah melewati miqat, baru melakukan ihram dari tempat itu. Hal ini menyalahi perintah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengharuskan setiap jamaah haji agar berihram dari miqat yang dilaluinya.
Maka, bagi yang melakukan hal tersebut, agar kembali ke miqat yang dilaluinya tadi dan berihram dari miqat itu kalau memang memungkinkan. Jika tidak mungkin, maka ia wajib membayar fidyah dengan menyembelih binatang kurban di Mekkah dan memberikan keseluruhannya kepada orang-orang fakir. Ketentuan tersebut berlaku bagi yang datang lewat udara, darat maupun laut.
Jika tidak melintasi salah satu dari kelima miqat yang sudah ditentukan itu, maka ia dapat berihram dari tempat yang sejajar dengan miqat pertama yang dilaluinya.

♦ Beberapa kesalahan dalam thawaf.
1. Memulai thawaf sebelum Hajar Aswad, sedang yang wajib haruslah dimulai dari Hajar Aswad.
2. Thawaf di dalam Hijr Isma’il. Itu berarti ia tidak mengelilingi seluruh Ka’bah, tapi hanya sebagiannya saja, karena Hijr Ismail termasuk Ka’bah, maka dengan demikian thawafnya tidak sah (batal).
3. Raml (berlari-lari kecil) pada seluruh putaran yang tujuh. Padahal raml itu hanya dilakukan pada tiga putaran pertama dan itupun hanya dalam thawaf qudum saja tidak pada thawaf yang lainnya.
4. Berdesak-desakkan untuk dapat mencium Hajar Aswad, kadang-kadang sampai pukul-memukul dan saling mencaci-maki. Hal itu tidak boleh, karena dapat menyakiti sesama muslim, di samping memaki dan memukul antar sesama muslim itu dilarang kecuali dengan jalan yang dibenarkan agama.
Tidak mencium Hajar Aswad sebenarnya tidak membatalkan thawaf, thawafnya tetap sah sekalipun tidak menciumnya. Maka cukuplah dengan berisyarat (melambaikan tangan) dan bertakbir di saat berada sejajar dengan Hajar Aswad, walaupun dari jauh.
5. Mengusap-usap Hajar Aswad dengan maksud untuk mendapatkan barokah dari batu itu. Hal ini adalah bid’ah, tidak mempunyai dasar sama sekali dalam syari’at Islam. Sedang menurut tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam cukup dengan menjamah atau menciumnya saja. Itupun kalau memungkinkan.
6. Menjamah seluruh pojok Ka’bah, bahkan kadangkadang menjamah dan mengusap-usap seluruh dindingnya. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menjamah bagian-bagian Ka’bah kecuali Hajar Aswad dan Rukun Yamani saja.
7. Menentukan doa khusus untuk setiap putaran dalam thawaf. Karena hal itu tak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun yang beliau lakukan setiap melewati Hajar Aswad adalah bertakbir pada setiap akhir putaran antara Hajar Aswad dan Rukun Yamani.
8. Mengeraskan suara pada waktu thawaf sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian jamaah atau para muthawwif yang dapat mengganggu orang lain yang juga sedang melakukan thawaf.
9. Berdesak-desakkan untuk melakukan shalat di dekat Maqam Ibrahim. Hal ini menyalahi sunnah, disamping mengganggu orang-orang yang sedang thawaf. Shalat dua rakaat thawaf dapat dilakukan di tempat lain di dalam Masjid Haram.
♦ Beberapa kesalahan dalam Sa’i
1. Ada sebagian jamaah haji, ketika naik ke atas Shafa dan Marwah, mereka menghadap Ka’bah dan mengangkat tangan ke arahnya sewaktu membaca takbir, seolah-olah mereka bertakbir untuk shalat. Hal ini keliru, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua telapak tangan beliau yang mulia hanyalah disaat berdoa.
Di bukit itu, cukuplah membaca tahmid dan takbir serta berdoa kepada Allah sesuka hati sambil menghadap Kiblat. Dan lebih utama lagi membaca dzikir yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat beliau di bukit Shafa dan Marwah.
2. Berjalan cepat pada waktu Sa’i antara Shafa dan Marwa pada seluruh putaran. Padahal menurut sunnah Rasul, berjalan cepat itu hanyalah dilakukan antara kedua tanda hijau saja. Adapun yang lain cukup dengan berjalan biasa.

♦ Beberapa kesalahan di Arafah.
1. Ada sebagian jamaah haji yang berhenti di luar batas Arafah dan tetap tinggal di tempat tersebut hingga terbenam matahari. Kemudian mereka berangkat ke Muzdalifah tanpa wukuf di Arafah. Ini suatu kesalahan besar, yang mengakibatkan mereka tidak mendapatkan ibadah haji. Karena sesungguhnya haji itu ialah wukuf di Arafah, untuk itu mereka wajib berada di dalam batas Arafah, bukan di luarnya. Maka hendaklah mereka selalu memperhatikan masalah wukuf ini dan berusaha untuk berada dalam batas Arafah. Jika mendapatkan kesulitan, hendaklah mereka memasuki Arafah sebelum terbenam matahari, dan terus menetap di sana hingga terbenam matahari. Dan cukup bagi mereka masuk Arafah di waktu malam khususnya pada malam hari raya kurban. 2. Ada sebagian mereka yang pergi meninggalkan Arafah sebelum terbenam matahari. Ini tidak boleh, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wuquf di Arafah sampai matahari terbenam dengan sempurna.
3. Berdesak-desakkan untuk dapat naik ke atas gunung Arafah (Jabal Rahmah) hingga ke puncaknya yang dapat menimbulkan banyak bahaya, sedangkan seluruh padang Arafah adalah tempat berwuquf, dan naik ke atas gunung Arafah tidak disyariatkan, begitu juga shalat di tempat itu.
4. Ada sebagian jamaah haji yang menghadap ke arah gunung Arafah ketika berdoa, padahal menurut sunnah adalah menghadap kiblat.
5. Ada sebagian jamaah haji membuat gundukan pasir dan batu kerikil pada hari Arafah di tempat-tempat tertentu. Ini suatu perbuatan yang tidak ada dasarnya sama sekali dalam syariat Allah.
♦ Beberapa Kesalahan di Muzdalifah
Sebagian jamaah haji, di saat pertama kali tiba di Muzdalifah, sibuk memungut batu kerikil sebelum melaksanakan shalat Maghrib dan Isya dan mereka berkeyakinan bahwa batu-batu kerikil untuk melempar jumrah itu harus diambil dari Muzdalifah.
Yang benar adalah, dibolehkannya mengambil batubatu itu dari seluruh tempat di Tanah Haram. Sebab keterangan yang benar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau tak pernah menyuruh agar dipungutkan untuk beliau batu-batu pelempar jumrah Aqabah itu dari Muzdalifah. Hanya saja beliau pernah dipungutkan untuknya batu-batu itu diwaktu pagi ketika meninggalkan Muzdalifah setelah masuk Mina. Selebihnya, batu-batu itu beliau pungut dari Mina.
Ada pula sebagian mereka yang mencuci batu-batu dengan air, padahal inipun tidak disyariatkan.

♦ Beberapa Kesalahan Ketika Melempar Jumrah.
1. Ketika melempar jumrah, ada sebagian jama’ah haji yang beranggapan, bahwa mereka sedang melempar setan. Maka mereka melemparnya dengan penuh kemarahan disertai caci maki terhadapnya. Padahal melempar jumrah itu semata-mata disyariatkan dalam rangka zikir kepada Allah.
2. Sebagian mereka melempar jumrah dengan batu besar, sepatu, atau dengan kayu. Ini adalah perbuatan berlebih-lebihan dalam masalah agama, yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Yang disyariatkan dalam melemparnya hanyalah dengan batu-batu kecil sebesar kacang Arab.
3. Berdesak-desakkan dan pukul-memukul di dekat tempat-tempat jumrah untuk dapat melempar. Sedang yang disyari’atkan adalah agar melempar dengan tenang dan hati-hati, dan berusaha semampu mungkin tidak menyakiti orang lain.
4. Melemparkan batu-batu tersebut seluruhnya sekaligus, menurut pendapat para ulama hal seperti itu hanya dihitung satu batu saja. Yang disyariatkan adalah melemparkan batu satu-persatu sambil bertakbir pada setiap lemparan.
5. Mewakilkan untuk melempar, sedangkan ia sendiri mampu, karena menghindari kesulitan dan desakdesakkan. Padahal mewakilkan untuk melempar itu hanya dibolehkan jika ia sendiri tidak mampu karena sakit atau semacamnya.

♦ Beberapa Kesalahan Thawaf Wada’
1. Sebagian jamaah haji meninggalkan Mina pada hari nafar (tgl. 12 atau 13 Zul hijjah) sebelum melempar jumrah dan langsung melakukan thawaf Wada’. Kemudian kembali ke Mina untuk melempar Jumrah. Setelah itu mereka langsung pergi dari sana menuju negaranya masing-masing. Dengan demikian akhir perjumpaan mereka adalah dengan tempat-tempat jumrah, bukan dengan Baitullah, padahala nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Janganlah sekali-kali seseorang meninggalkan (Mekkah), sebelum mengakhiri perjumpaannya (dengan melakukan thawaf) di Baitullah“ (Riwayat Muslim).
Maka dari itu, thawaf Wada’ wajib dilakukan setelah selesai dari seluruh amalan haji dan beberapa saat sebelum bertolak. Setelah melakukan thawaf Wada’ hendaknya jangan menetap di Mekkah, kecuali untuk sedikit keperluan.
2. Seusai melakukan thawaf Wada’, sebagian mereka keluar dari Masjid dengan berjalan mundur sambil menghadapkan muka ke Ka’bah, mereka mengira bahwa hal itu merupakan penghormatan terhadap Ka’bah. Perbuatan ini adalah bid’ah, tak ada dasarnya sama sekali dalam agama.
3. Saat sampai di pintu Masjid Haram, setelah melakukan thawaf Wada’, ada sebagian mereka yang berpaling ke Ka’bah dan mengucapkan berbagai doa seakan-akan mereka mengucapkan selamat tinggal kepada Ka’bah. Inipun bid’ah, tidak disyariatkan.