Doa-Doa Yang Layak Dibaca, Keseluruhannya Atau Sebagiannya Di Tempat-Tempat Mustajabah
May 19, 2017
Beberapa Kesalahan Ketika Ziarah Ke Masjid Nabawi
May 21, 2017
Doa-Doa Yang Layak Dibaca, Keseluruhannya Atau Sebagiannya Di Tempat-Tempat Mustajabah
May 19, 2017
Beberapa Kesalahan Ketika Ziarah Ke Masjid Nabawi
May 21, 2017

Kewajiban-kewajiban bagi jamaah haji

1. Agar segera bertaubat kepada Allah ta’ala dengan sebenar-benarnya dari segala dosa, dan memilih harta yang halal untuk ibadah haji dan umrahnya.
2. Agar menjaga lidahnya dari dusta, menggunjing, mengadu domba dan menghina orang lain.
3. Dalam melaksanakan haji dan umrah, hendaklah bermaksud untuk mendapatkan ridha Allah dan pahala akhirat, jauh dari rasa ingin dipandang, ingin tersohor dan berbangga diri.
4. Hendaklah mempelajarai amalan-amalan yang disyariatkan dalam haji dan umrah, dan menanyakan hal-hal yang kurang jelas.
5. Apabila telah sampai di miqat, diperbolehkan memilih antara Haji ifrad, tamattu’ dan Qiran. Haji Tamattu lebih utama bagi yang tidak membawa binatang kurban, sedang bagi yang membawanya, lebih utama baginya melaksanakan haji Qiran.
6. Seseorang yang berihram, apabila ia merasa khawatir tidak mampu melanjutkan ibadah hajinya dikarenakan sakit, atau musuh, atau karena sebab lain, maka disyaratkan ketika berihram mengucapkan:
“Tempat tahallulku adalah di tempat ku tertahan “
7. Anak-anak kecil yang melakukan haji, dianggap sah. Hanya saja haji semacam itu belum termasuk haji fardhu.
8. Orang yang sedang berihram boleh mandi dan membasuh kepalanya atau menggaruknya dikala perlu.
9. Bagi wanita yang sedang berihram diperbolehkan untuk menutup wajahnya dengan kerudung apabila takut dilihat kaum pria.
10. Mengenakan ikat kepala dibawah kerudung agar mudah sewaktu membuka wajah sebagaimana yang sering dilakukan oleh sebagian kaum wanita, tidak ada dasarnya dalam syariat.
11. Bagi yang sedang berihram boleh mencuci kain ihramnya kemudian mengenakannya kembali dan boleh juga menggantinya dengan yang lain.
12. Seseorang yang sedang berihram, apabila ia mengenakan pakaian berjahit atau pakaian yang menutupi kepala atau mengenakan wewangian karena lupa ataupun karena tidak tahu akan hukumnya, maka ia tidak dikenakan fidyah.
13. Bagi yang melakukan haji Tamattu atau umrah, hendaklah menghentikan bacaan talbiyah apabila ia sampai di Ka’bah sebelum memulai thawaf.
14. Raml (lari-lari kecil) dan idhtiba’♦, hanya dilakukan pada thawaf qudum dan raml itu dikhususkan pada tiga putaran pertama, untuk kaum pria saja, tidak untuk wanita.
15. Seseorang yang sedang melakukan thawaf, apabila ia ragu apakah sudah melakukan tiga putaran, atau empat umpamanya, maka hendaklah dihitung tiga putaran. Demikian pula diwaktu sa’i.

16. Boleh melakukan thawaf di belakang sumur zamzam dan Maqam Ibrahim dikala penuh sesak, karena Masjid Haram seluruhnya merupakan tempat thawaf.
17. Termasuk perbuatan munkar, jika seseorang wanita melakukan thawaf dengan memakai perhiasan dan wewangian serta tidak menutup aurat.
18. Wanita yang sedang datang bulan (haidh), atau baru bersalin setelah berihram, tidak boleh melakukan thawaf, kecuali setelah ia dalam keadaan suci.

19. Bagi wanita boleh berihram dengan mengenakan pakaian yang ia sukai, asalkan pakaian itu tidak menyerupai pakaian pria dan jangan sampai menampakkan perhiasan, tetapi hendaklah mengenakan pakaian yang tidak membangkitkan syahwat.
20. Melafazkan niat dalam ibadah selain Haji dan Umrah adalah bid’ah yang diada-adakan, lebih-lebih bila dilafazkan dengan suara keras.
21. Diharamkan bagi seorang muslim mukallaf melintasi miqat tanpa berihram, apabila ia bermaksud melakukan ibadah haji dan umrah.
22. Jamaah haji atau umrah yang datang lewat udara, hendaklah berihram ketika berada sejajar dengan batas miqat, oleh karena itu hendaknya ia bersiapsiap memakai pakain ihram sebelum naik pesawat.
23. Bagi yang tempat tinggalnya di daerah miqat, tidak perlu pergi ke salah satu tempat miqat, dan cukuplah tempat tinggalnya itu sebagai miqat untuk berihram haji dan umrah.
24. Memperbanyak umrah setelah menunaikan haji, dari Tan’im atau Ja’ranah, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian jamaah adalah hal yang tidak ada dalilnya.
25. Hendaklah para jamaah haji pada hari Tarwiyah berihram dari tempat tinggalnya di Mekkah dan tidak perlu berihram dari dalam kota Mekkah atau dari bawah pancuran emas Ka’bah, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian jamaah haji. Tidak perlu baginya thawaf ketika berangkat menuju Mina.
26. Berangkat dari Mina menuju Arafah pada tgl. 9 Dzul Hijjah, lebih utama dilakukan saat terbit matahari.
27. Tidak diperkankan meninggalkan Arafah sebelum terbenam matahari. Dan saat berangkat setelah terbenam matahari, hendaklah dengan tenang dan penuh kekhusyu’an.
28. Shalat Maghrib dan ‘Isya dilakukan setelah sampai di Muzdalifah, baik sampainya pada waktu Maghrib ataupun setelah masuk waktu ‘Isya.
29. Memungut batu pelempar jumrah, boleh dilakukan dimana saja, dan tidak harus dipungut dari Muzdalifah.
30. Tidak disunnahkan mencuci batu-batu itu, sebab hal itu tidak pernah dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula para shahabat beliau. Dan agar jangan melontar dengan batu yang telah dipakai melontar.
31. Diperbolehkan bagi orang-orang yang lemah, seperti wanita, anak-anak kecil dan yang semisalnya, untuk berangkat menuju Mina saat lewat pertengahan malam.
32. Apabila telah sampai di Mina pada Hari Raya, hendaknya jamaah haji menghentikan bacaan Talbiyah dan agar melontar jumrah Aqabah dengan tujuh batu berturut-turut.
33. Tidak disyaratkan agar batu itu tinggal di tempat lontaran, tapi yang disyaratkan adalah jatuhnya batu itu di tempat lontaran.
34. Penyembelihan korban waktunya adalah sampai terbenam matahari pada hari Tasyriq yang ketiga menurut pendapat ulama yang paling benar.
35. Thawaf Ifadhah adalah salah satu rukun haji yang tidak dianggap sah haji seseorang apabila dia ditinggalkan, dan ini hendaknya dilakukan pada hari Raya, tapi boleh juga ditunda sampai setelah hari-hari Mina.
36. Bagi yang melakukan haji Qiran dan haji Ifrad, ia hanya wajib melakukan satu kali sa’i dan dia tetap berihram sampai hari Nahr (10 Dzul Hijjah).
37. Bagi jamaah haji, lebih utama baginya melakukan amalan-amalan haji pada hari nahr (10 Dzul Hijjah) dengan tertib, yaitu memulai dengan melontar jumrah aqabah kemudian meyembelih binatang kurban, lalu mencukur bersih (gundul) atau memendekkan rambutnya, setelah itu thawaf Ifadhah di Baitullah dan selanjutnya Sa’i. Dan boleh juga amalan-amalan tersebut dilakukan dengan tertib, yaitu dengan mendahulukan atau mengakhirkan satu dari yang lainnya.

38. Tahallul penuh dapat dilaksanakan setelah melakukan hal-hal dibawah ini: a. Melontar jumrah Aqabah
b. Mencukur bersih atau memendekkan rambut.
c. Thawaf Ifadhah dan Sa’i.
39. Apabila seorang jamaah haji menghendaki pulang secepatnya (pada tgl. 12) dari Mina, maka dia harus keluar dari Mina sebelum terbenam matahari.

40. Anak kecil yang tidak mampu melontar hendaklah diwakili oleh walinya setelah ia melontar untuk dirinya sendiri.
41. Begitu juga orang-orang yang tidak mampu melontar karena sakit atau lanjut usia atau karena hamil, boleh mewakilkan kepada orang lain untuk melontar.
42. Bagi yang mewakili, boleh melontar setiap jumrah dari ketiga jumrah itu untuk dirinya sendiri terlebih dahulu, kemudian untuk yang diwakilinya dalam satu tempat.
43. Bagi yang melakukan haji Tamattu’ atau Qiran, sedang ia bukan penduduk Masjid Haram (Mekkah), wajib baginya membayar dam, yaitu seekor kambing atau sepertujuh onta/sapi.
44. Bagi yang melakukan haji Tamattu’ atau Qiran, dan ia tidak mampu menyembelih binatang kurban, maka ia diwajibkan untuk berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila telah pulang ke keluarganya.
45. Puasa tiga hari itu lebih utama dilakukan sebelum hari Arafah, agar pada hari Arafah itu ia dalam keadaan tidak berpuasa. Jika puasa itu belum dilakukan, maka hendaklah dilakukan pada hari-hari Tasyriq.
46. Puasa tiga hari tersebut boleh dilakukan secara berturut-turut atau terpisah-pisah. Begitu pula puasa yang tujuh hari.
47. Thawaf Wada’ hukumnya wajib bagi setiap jamaah haji, kecuali bagi wanita yang sedang datang bulan atau baru bersalin.
48. Disunnahkan berziarah ke Masjid Nabawi, baik sebelum ataupun sesudah haji.
49. Bagi yang berziarah ke Masjid Nabawi, disunnahkan memulai dengan shalat dua rakaat tahiyyatul masjid dimana saja di dalam masjid. Dan yang lebih utama shalat itu dilakukan di Raudhah.
50. Ziarah ke makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ke pemakaman lain hanya disyariatkan untuk pria, bukan untuk kaum wanita, dengan syarat dilakukan tanpa bersusah payah.

51. Mengusap-usap dinding makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau menciumnya ataupun mengelilinginya (thawaf di sekitarnya) adalah perbuatan bid’ah dan kemunkaran, tidak pernah dilakukan oleh ulama salaf. Lebih-lebih apabila ia mengelilinginya dengan maksud mendekatkan diri kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka hal itu adalah syirik besar.
52. Tidak boleh bagi seseorang memohon kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam agar beliau memenuhi hajatnya atau melepaskan dirinya dari kesulitan, sebab hal itu adalah syirik.
53. Kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di alam kubur adalah kehidupan alam barzakh, bukan seperti hidup di dunia sebelum wafatnya. Dan kehidupan itu hanya Allah saja yang mengetahui hakikat dan keadaannya.
54. Mengutamakan berdoa di dekat makam Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil menghadap ke arahnya dengan mengangkat kedua tangan, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian penziarah, adalah termasuk bid’ah yang diadaadakan.

55. Ziarah ke makam Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah wajib, dan bukan suatu syarat dalam ibadah haji, sebagaimana anggapan sebagian orang awam.
56. Hadits-hadits yang dipergunakan sebagai dasar hukum oleh orang yang membolehkan untuk bersusah payah mendatangi makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, adalah hadits-hadits yang lemah sanadnya atau hadits-hadits yang dibuatbuat.