Hukum Menjual Obat Penambah Ukuran Alat Vital Dalam Islam
November 10, 20173 Solusi Jitu Mengatasi Rasa Berat Beribadah
December 21, 2017Menanamkan Adab dan Merawat Hidayah
Beberapa pekan selepas keluarga sampai di Jepang, anak-anak saya sudah mulai merasakan bagaimana kondisi dan situasi lingkungan dan kehidupan orang-orang yang ada disekitar. Dua dari anak saya sekolah di sekolah publik Jepang. Mereka juga sudah merasakan keramahan orang-orangnya dan suka menolong. Tak jarang mereka berusaha semaksimal mungkin memberikan informasi ke kita sekalipun dari sisi bahasa Jepang saya sangat terbatas sementara dari sisi bahasa Inggris mereka juga terbatas. Akan tetapi upaya untuk memberikan sangat patut diberikan apresiasi. Berbicara dengan sopan-santun dengan tata krama yang dijaga sudah menjadi hiasan yang tampak pada diri mereka. Hal ini saya perhatikan dikalangan orang-orang sepuhnya. Mereka sangat perhatian dan sangat sayang dengan anak-anak kecil. Saya teringat suatu ketika istri saya mengajak anak-anak ke stasiun untuk janjian ketemua dengan saya dalam suatu urusan. Istri dan anak-anak bertemu dengan “mbah-mbah” yang tersenyum dan memberikan uang logam 100yen kepada anak-anak yang kurang lebih membahasakan agar anak saya dibelikan minuman. Di lain kesempatan bertemu dengan “mbah-mbah” mereka memberikan souvenir ke anak-anak saya.
Dari keramahan dan kesopanan sungguh orang Jepang sangat mirip dengan orang-orang Indonesia. Karena saya pernah tinggal di dua tempat yang berbeda yakni Jawa dan Bali dengan cukup lama (9 tahun) maka saya hafal betul bagaimana keramahan masyarakat dari kedua pulau tersebut. Gambaran yang sempurna dari Indonesia agaknya sudah melekat dengan anak-anak saya dalam melihat kondisi orang-orang Jepang ini. Suatu ketika saya berjalan dengan anak saya menuju ke stasiun. Jarak tempuh dari rumah ke stasiun kurang lebih lima belas menit ditempuh dengan berjalan kaki. Walaupun terkadang saya menggunakan bus akan tetapi sembari berbincang di jalan bersama anak lebih lama akan lebih baik. Sebuah pertanyaan tiba-tiba mencuat dari anak saya. Pertanyaan yang saya sendiri wajar saja jika ditanyakan oleh anak-anak karena masa-masa mereka adalah masa untuk meniru.
“Kenapa lampu merah orang itu tetap melintas ?”
Sepintas mungkin pertanyaan ini adalah sederhana tapi efek dari jawaban yang disampaikan bisa terekam pada dirinya jika kita menjawabnya dengan baik. Gambaran sempurna yang ada dalam pikirannya adalah semua orang-orang Jepang itu sangat disiplin akan tetapi satu buah contoh “melanggar” kiranya merontokkan pemahamannya. Sebenarnya tidak hanya satu tapi ada saja walaupun tidak banyak. Saya kemudian menjelaskan kepada anak saya bahwa tidak hanya di Indonesia saja ada orang-orang yang melanggar. Bahkan di Jepang pun juga ada orang-orang yang melanggar. Tidak hanya melanggar marka jalan, bahkan orang yang naik motor sambil “mbleyer-mbleyer” pun ada. Tidak jauh beda dengan di Jogja ketika ada pertandingan sepak bola. Komposisi jumlah pelanggaran tentu berbeda jika dibandingkan antara Indonesia dengan Jepang. Saya juga menekankan kepada anak agar tidak kemudian merendahkan orang lain yang melanggar. Saya juga menyampaikan bahwa dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Tiru yang baik-baiknya dan buang jauh hal yang buruk. Manusia tempatnya salah. Hal yang baik yang sudah ada sejak dari Indonesia jangan kemudian hilang.
Saya teringat juga ada orang yang mengatakan bahwa cukup dengan disiplin saja sudah bisa maju dan tidak perlu beragama. Saya yakin orang ini baru melintas di daerah sekitar wisata Jepang untuk bersenang-senang. Kalau ingin tahu lebih jauh hendaknya keliling. Merujuk pada George Friedman, seorang pakar geopolitik dan strategis dari Amerika dalam Geopolitical Journey mengatakan bahwa jika kita ingin mengetahui kondisi masyarakat dan politik dari sebuah negara maka dimulailah dari membaca sejarahnya. Jangan melihat sekedar pemerintahannya tapi cobalah untuk jalan menyusuri kota-kotanya, pasarnya dan cobalah berbincang dengan orang-orangnya. Tanyakan bagaimana kehidupan mereka. Amatilah dengan seksama. Tentunya hal ini butuh waktu dan budget yang tidak sedikit. Sehari atau dua hari tidak cukup kiranya untuk bisa menggambarkan sebuah negara.
Hal yang sama ketika seseorang menilai Islam dari orang-orang Islam. Islam mengajarkan kedisiplinan, kejujuran dan kebersihan tapi kenapa sebagian orang-orang Islam tidak displin, tidak jujur dan tidak bersih ?. Kita katakan keliru kalau contohnya sekelompok orang Islam. Kalau ingin melihat contoh ideal ya perhatikanlah kepada sosok mulia yang membawa risalah ini, baginda Nabi Muhammad Sholallohu alaihi wa Salam. Perhatikan bagaimana perilaku dan tutur katanya. Bagaimana sikapnya kepada orang yang lebih tua dan bagaimana kepada yang muda. Jika kita ingin melihat sisi kebersihan maka perhatikan bagaimana beliau mengajarkan agar kita ketika buang air kecil untuk membersihkannya, bagaimana adabnya atau tata caranya ketika masuk ke dalam kamar mandi dan bagaimana ketika keluar. Maka bacalah sirah dan kehidupannya niscaya kita akan melihat dengan utuh bagaimana potret Islam. Tidak cukup menjelaskannya dengan satu atau dua artikel saja. Saya kira satu bulan belum tentu cukup untuk mengupas keseluruhan dari kisah beliau. Semoga kita diberikan hidayah untuk bisa mengikuti petunjuk beliau. Aamiin.
Sebuah karunia yang sangat besar dapat menjejakkan kaki di salah satu negeri dengan moda transportasi publik nomor satu di dunia. Dengan keramahan dan sopan-santun orang-orangnya. Masih banyak yang harus saya pelajari disini. Mohon maaf jika ada salah kata. Semoga saya dan keluarga dapat mengambil pelajaran dari semua kisah yang ada dan saya doakan semoga mereka mendapatkan hidayah. Karena mendapatkan hidayah itu pilihan dan sulit akan tetapi lebih sulit lagi menjaga dan merawatnya.
Ust. Andrey Ferriyan
@Yokohama, Jepang