Mari Berpuasa Syawwal
August 29, 2012
Rambu-Rambu Dalam Manhaj Tarbiyah Nabawiyah (bag. 1)
September 23, 2012

Kenapa Harus Malu ?

oleh Ustadz Abdul Basith

Terik matahari menampar wajah wajah pejalan di jalan Malioboro, gedung berjejeran diam membisu melihat aksi aksi yang mengerutkan dahi, riuh dan ramai dengan aneka kendaraan, baik itu yang roda empat, roda dua, andong, sepeda ikut urun rembug melihat para pejalan kaki.

Sebenarnya para pejalan kaki atau para wisatawan hanya ingin melihat jalan Malioboro, memang Malioboro punya daya tarik tersendiri bukan hanya dalam negeri bahkan mungkin sudah ke manca negara.

Ada apa dengan para pejalan kaki ? sebenarnya dinding tembok itu menundukkan pandangan, kuda kuda pun ikut merunduk dengan para pejalan kaki itu, dinding saja selalu di tutup dengan cat cat agar terlihat menarik tidak di buka begitu saja. Dinding terkadang lebih sopan dan lebih santun dari para pejalan kaki yang tidak tahu malu, tidak menjaga aurotnya. Inilah sifat malu yang baik. Malu melanggar syari’at. Malu tidak pake kerudung. Itulah kenyataan yang di alami oleh dinding yang bertengger termenung melihat para pejalan.

Atau di tiang masjid yang menyanggah atap sambil menoleh kebawah dan ikut tersenyum mendengarkan kajian, dengan ketenangan dan konsentrasi untuk mendapatkan manfaat, kalau seandainya punya tangan dan kaki seperti halnya manusia akan datang membawa alat tulis untuk menulis setiap kalimat yang bermanfaat. Kalau orang-orang yang duduk di bawah tiang itu malu untuk membawa buku, malu mencatat, malu duduk didepan, malu untuk bertanya, malu menulis pertanyaan. Jelas ini malu yang tidak di anjurkan.

Maka malu yang bersumber dari kekuatan iman tidak akan pernah mengeluarkan tenaga dan fikiran untuk melanggar agama, sedangkan malu yang bersumber dari keimanan akan mengerti dan bisa menempatkan malu pada posisinya.

Benarlah apa yang di sabdakan oleh Nabi sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Umar Radliallahu anhuma beliau Nabi, bersabda :

 

الــــحيــا ء مــن الإ يــــما ن :ٍ[ متفق عليه ]

 

Malu itu dari ke imanan” (HR. Bukhori dan Muslim)

Kenapa kita harus malu, karena malu selalu mengiringi seseorang untuk dekat dengan Rabb, selalu menuntun untuk berbakti dan beramal, malu selalu meredam nafsu yang menggelora untuk berbuat yang tidak baik, malu adalah tempat berteduh dan bersandar tatkala jiwa tergoyang oleh derasnya arus syahwat dan kencangnya gelombang kemaksiatan.

Malu adalah perahu yang kokoh untuk mengantarkan pada keimanan, melewati syahwat yang menghancurkan, malu selalu memberi kedamaian bagi para pemiliknya. Semoga kita selalu berasmara dengan malu dalam mengarungi lembar lembar kehidupan dunia, dengan tinta malu kita bisa menggores di lembar lembar itu dengan, dakwah, tarbiyah, amal.