Hadis 1 Kitabul Jaami’ : Hak-Hak Sesama Muslim (2)
February 4, 2013Seakan-akan Engkau Melihat-Nya
February 8, 2013Hadis 1 Kitabul Jaami’ : Hak-Hak Sesama Muslim (3)
Setelah sebelumnya dijelaskan dua kewajiban dari enam kewajiban pada artikel Hadis 1 Kitabul Jaami’ : Hak-Hak Sesama Muslim (2), berikut adalah kelanjutannya. Sebelumnya hendaknya pembaca membaca secara runut pada artikel yang pertama Hadis 1 Kitabul Jaami’ : Hak-Hak Sesama Muslim (1) agar mendapatkan pemahaman yang utuh dan tidak sepotong-sepotong. Simak kelanjutannya.
Oleh : Ustadz Ridwan Hamidi, Lc., M.P.I
3. Memberikan Nasehat
Kita wajib memberikan nasihat yang baik kepada saudara kita bila yang bersangkutan memintanya. Tidak boleh mempermainkan mereka saat mereka membutuhkan nasehat, apalagi membohongi karena hal itu termasuk pengkhianatan baginya.
Dalam hadits di Shahih Bukhari (No. 57) dan Muslim (No. 45) dari Hadis Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan:
بَايَعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى إِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ
“Saya telah membai’at Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wassallam untuk tetap menegakkan shalat, mengeluarkan zakat dan memberi nasehat kepada setiap muslim.”
Sahabat Anas bin Malik radliyallaahu ‘anhu menyampaikan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wassallam bersabda:
لاَ يُؤمِنُ أحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأخِيهِ مَا يُحِبُّ لنَفْسِهِ
“Tidak beriman salah seorang diantara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya sebagaimana ia mencintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari, no. 13 dan Muslim, no. 45).
Imam al Khaththabi menjelaskan bahwa nasehat artinya menginginkan kebaikan untuk orang yang diberi nasehat. (Syarh Syifa, 3/602).
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wassallam menegaskan pentingnya nasehat ini dalam sabdaNya:
اَلدِّينُ اَلنَّصِيحَةُ”. قُلْنَا: لِمَنْ يَا رَسُولَ اَللَّهِ? قَالَ:” لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ اَلْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ.
“Agama itu adalah nasehat”. Kami tanyakan: “Kepada siapa, wahai Rasulullah?” Beliau jawab: “Kepada Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, para imam kaum muslimin dan khalayak kaum muslimin.” (HR. Muslim, no. 55 dari shahabat Tamim ad Daari radliyallahu ‘anhu).
Imam Bukhari membuat judul bab di akhir kitab Iman dalam shahih Bukhari karena pentingnya hadis ini dan menjadi inti ajaran Islam. Sebagaimana dijelaskan oleh Imam al ‘Aini dalam bukunya ‘Umdatul Qoori (2/358).
Maksud dari memberi nasehat kepada khalayak kaum muslimin adalah memberikan arahan pada kemaslahatan dunia dan akhirat mereka, menolong mereka, menutup aib (kejelekan) mereka, menolak mudarat yang bisa menimpa mereka, memberi manfaat bagi mereka, mengajak mereka berbuat sayang dan ikhlas, menghormati yang tua di kalangan mereka, berlaku lemah lembut dengan yang lebih muda, menasehati mereka, tidak menipu dan berlaku hasad kepada mereka, mencintai mereka seperti mencintai dirinya sendiri, membenci semua yang mereka benci jika terjadi pada dirinya. (Syarah Shahih Muslim karya Imam Nawawi 1/397, Fathul Baari 1/138, Asy Syarhush Shaghiir 4/742, Tawdliihul Ahkaam, 7/284 dan Dalilul Faalihiin lithuruqi Riyadlish Shaalihiin 1/459).
Memberi nasehat itu hukumnya fardu kifayah. Jika sudah ada yang mengerjakan dalam kadar yang cukup maka kewajiban tersebut gugur bagi yang lain. Memberi nasehat harus dikerjakan sesuai kadar kemampuan seseorang. (Syarah Shahih Muslim karya Imam Nawawi 1/399, Subulus Salaam 4/211 dan Tawdliihul Ahkaam, 7/284).
4. Mendoakan Ketika Bersin Lalu Mengucapkan Hamdalah
Yaitu dengan mengucapkan “yarhamukallahu” setelah saudara kita bersin dan mengucapkan hamdalah (alhamdulillah). Ia pun juga disyariatkan ketika mendengar ada yang mendoakannya untuk membalas dengan doa, “yahdikumullah wa yushlihu baalakum”.
Tata cara tersebut dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wassallam:
إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ: اَلْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوهُ يَرْحَمُكَ اَللَّهُ، فَإِذَا قَالَ لَهُ: يَرْحَمُكَ اَللَّهُ، فَلْيَقُلْ: يَهْدِيكُمُ اَللَّهُ,
وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ
“Apabila salah seorang di antara kalian bersin, maka ucapkanlah “alhamdulillah”, dan hendaknya saudaranya mengucapkan untuknya “yarhamukallaah”. Apabila ia mengucapkan kepadanya “yarhamukallaah”, hendaklah ia (orang yang bersin) mengucapkan “yahdii kumullaah wa yushlihu baalakum”. (artinya: Mudah-mudahan Allah memberikan petunjuk dan memperbaiki hatimu).” (HR. Bukhari 6224).
Penjelasan lebih lanjut hadis ini, insya Allah akan dibahas dalam hadis ke 10 pada kitabul Jaami’ dari Bulughul Maraam ini.
5. Menjenguk Orang Sakit
Ada beberapa hadits yang menunjukkan keutamaan menjenguk orang yang sakit, antara lain:
a. Dari Tsauban radhiyallaahu ‘anhu, Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ عَادَ مَرِيضًا لَمْ يَزَلْ فِى خُرْفَةِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَرْجِعَ
“Barang siapa yang menjenguk orang sakit, ia berada dalam kebun surga sampai ia kembali.” (HR. Muslim, no. 2568).
b. Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu berkata: “Saya mendengar Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِم يَعُودُ مُسْلِماً غُدْوة إِلاَّ صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُونَ ألْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُمْسِي، وَإنْ عَادَهُ عَشِيَّةً إِلاَّ صَلَّى
عَلَيْهِ سَبْعُونَ ألْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُصْبحَ ، وَكَانَ لَهُ خَرِيفٌ في الْجَنَّةِ
“Tidaklah seorang muslim yang menjenguk muslim lainnya di pagi hari kecuali ada 70 ribu malaikat yang mendoakannya hingga sore hari. Dan jika menjenguknya di sore hari, ada 70 ribu malaikat yang mendoakannya hingga pagi, dan baginya satu kebun di surga.” (HR. Tirmidzi, no. 969. Beliau mengatakan hadits ini hasan gharib).
c. Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ عَادَ مَرِيضًا نَادَى مُنَادٍ مِنْ السَّمَاءِ طِبْتَ وَطَابَ مَمْشَاكَ وَتَبَوَّأْتَ مِنْ الْجَنَّةِ مَنْزِلًا
“Siapa yang menjenguk orang sakit, maka ada yang menyeru dari langit: “Mudah-mudahan kehidupanmua menjadi baik, langkahmu juga baik dan engkau berhak menempati satu tempat di surga.” (HR. Tirmidzi no. 2008, Ibnu Majah no. 1443. Ibnu Hibban menshahihkannya sebagaimana yang disebutkan Ibnul Hajar dalam Fathul Baari. Hadits ini dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Tirmidzi dan Shahih Sunan Ibnu Majah).
d. Dari Jabir bin Abdillah radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ عَادَ مَرِيضًا، لَمْ يَزَلْ يَخُوضُ فِي الرَّحْمَةِ حَتَّى يَجْلِسَ، فَإِذَا جَلَسَ اغْتَمَسَ فِيهَا
“Siapa yang menjenguk orang sakit, ia terus dalam naungan rahmat sehingga duduk. Maka apabila ia duduk, ia tenggelam ke dalamnya.” (HR. Ahmad 3/304. Dishahihkan Al-Albani dalam al-Silsilah al-Shahihah, no. 2504)
e. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Siapa di antara kalian yang berpuasa di pagi ini?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Beliau bertanya, “Siapa di antara kalian yang sudah menjenguk orang sakit hari ini?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Beliau bertanya lagi, “Siapa di antara kalian yang telah menghadiri jenazah di pagi ini?” Abu Bakar menjawab, “Saya.” Beliau bertanya lagi, “Siapa di antara kalian yang telah memberi makan orang miskin di pagi ini? Abu Bakar menjawab, “Saya”. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Tidaklah semua ini terkumpul dalam diri seseorang kecuali pasti ia masuk surga.” (Dishahihkan oleh Al-Albani dalam al-Silsilah al-Shahihah, no. 88)
Dalam Shahih Bukhari (5743) dan Muslim (2191), dari ‘Aisyah radliyallaahu ‘anha, Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam pernah menjenguk salah seorang keluarganya. Beliau mengusap bagian tubuh dari orang yang sakit dengan tangan kanannya, seraya berdoa:
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ، أذْهِب البَأسَ، اشْفِ أنْتَ الشَّافِي لاَ شِفَاءَ إِلاَّ شِفاؤكَ، شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقماً
“Ya Allah, Rabb sekalian manusia, hilangkanlah penderitaannya, sembuhkanlah ia karena sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang Maha Menyembuhkan. Tidak ada kesembuhan melainkan kesembuhan yang berasal dari-Mu. Kesembuhan yang tidak lagi meninggalkan penyakit.”
Dalam riwayat lain dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, di Shahih Bukhari (5742), diriwayatkan dengan lafal yang sedikit berbeda:
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ، مُذْهِبَ البَأسِ، اشْفِ أنْتَ الشَّافِي، لاَ شَافِيَ إِلاَّ أنْتَ، شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقماً
“Ya Allah, Rabb sekalian manusia, Yang Menghilangkan penderitaan, sembuhkanlah ia karena sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang Maha Menyembuhkan. Tidak ada yagn menyembuhkan melainkan Engkau. Kesembuhan yang tidak lagi meninggalkan penyakit.”
Banyak hikmah yang terdapat dalam ibadah ini, antara lain adalah, akan menguatkan tali persaudaraan dan menguatkan perasaannya dan membuatnya begitu berarti di mata saudara-saudaranya.
Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam tidak hanya menganjurkan kaum muslimin untuk menjenguk orang sakit. Beliau sendiri memberi teladan langsung. Beliau menjenguk orang sakit, menghiburnya, mendoakannya, dan meringankan beban-bebannya. Shahabat Utsman bin ‘Affan Radhiyallaahu ‘Anhu berkata: “Demi Allah, sungguh kami sering menemani Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam dalam safar maupun muqim. Beliau menjenguk yang sakit di antara kami, mengantarkan jenazah orang yang meninggal diantara kami, berperang bersama kami dan membantu kami dengan yang sedikit dan banyak.” (HR. Ahmad)
Banyak riwayat yang menunjukkan Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam menjenguk sebagian sahabatnya yang sakit. Dalam Shahih Bukhari, beliau pernah menjenguk seorang anak Yahudi yang masih kecil, lalu mengajaknya masuk Islam sehingga ia menjadi seorang Muslim.
6. Mengiringi Jenazahnya
Mengiringi jenazah hukumnya sunnah. (ad Dur al Muhtaar 1/833, asy Syarh al Kabiir 1/418, al Muhadzdzab 1/136, Mughnil Muhtaaj 1/367, al Majmu’ 5/286 dan al Mughni 2/473).
Hal ini berdasarkan hadits al Baraa’ bin ‘Azib radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata:
أَمَرَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بسبع ، ونهانا عن سبع : أمَرَنَا بعيَادَة المَرِيض ، وَاتِّبَاعِ الجَنَازَةِ
“Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan kami dengan tujuh hal dan melarang kami dari tujuh perkara. Beliau memerintahkan kami untuk menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah.. (HR. Bukhari, no. 1239 dan Muslim, no. 2066).
Dalam Shahih Bukhari (1325) dan Muslim (945), dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam menjelaskan keutamaan mengiringi jenazah:
مَنْ شَهِدَ اَلْجِنَازَةَ حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهَا فَلَهُ قِيرَاطٌ، وَمَنْ شَهِدَهَا حَتَّى تُدْفَنَ فَلَهُ قِيرَاطَانِ”. قِيلَ: وَمَا
اَلْقِيرَاطَانِ؟ قَالَ: “مِثْلُ اَلْجَبَلَيْنِ اَلْعَظِيمَيْنِ.
“Siapa yang menghadiri jenazah hingga jenazah tersebut dishalatkan maka baginya pahal satu qirath. Siapa yang menghadirinya sampai proses pemakaman, maka baginya dua qirath”. Kemudian ditanyakan: “Apakah yang dimaksud dengan dua qirath?” Beliau menjawab: “Seperti dua gunung besar.”
Dalam riwayat di Shahih Muslim (2/653) disebutkan: sampai jenazah diletakkan di liang lahat.
Menurut riwayat Bukhari (47) pula dari hadits Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu:
مَنْ تَبِعَ جَنَازَةَ مُسْلِمٍ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا, وَكَانَ مَعَهُ حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهَا وَيُفْرَغَ مِنْ دَفْنِهَا فَإِنَّهُ يَرْجِعُ بِقِيرَاطَيْنِ,
كُلُّ قِيرَاطٍ مِثْلُ أُحُدٍ. وَمَنْ صَلَّى عَلَيْهَا، ثُمَّ رَجَعَ قَبْلَ أنْ تُدْفَنَ ، فَإنَّهُ يَرْجِعُ بِقيرَاطٍ
“Barangsiapa mengikuti jenazah seorang muslim karena iman dan mengharapkan pahala, ia bersamanya sampai disholatkan dan selesai pemakamannya, maka sesungguhnya ia pulang dengan dua qirath, tiap qirath seperti gunung Uhud. Siapa yang menyalatkan kemudian pulang sebelum dimakamkan maka sesungguhnya ia pulang dengan satu qirath.”
Selesai