Wanita dalam balutan iman,
Kesalihan adalah cirimu,
Kesucian adalah keelokanmu ….
Sepanjang sejarah manusia, wanita bukanlah sosok yang kaku dan jauh dari peristiwa penting. Sejarah justru mencatat berbagai peristiwa dan sikap wanita yang layak diabadikan dan dijadikan teladan.
Islam datang dan memakaikan kepada masyarakat “pakaian adat-istiadat” yang sangat indah dan memiliki dasar-dasar yang agung. Maka sejak itu muncullah muslimah-muslimah dengan sifat dan sikapnya yang mulia, pengorbanan yang mengagumkan, serta ketulusan yang menakjubkan, sehingga mereka pun menjadi contoh dan panutan.
Salah satu di antaranya adalah Khadijah binti Khuwailid. Beliau adalah contoh terbaik dalam hal pengorbanan, bantuan, dan ketulusan ketika berdiri sebagai pendukung suaminya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, hingga akhir hayatnya. Tidak ada seorang wanita pun yang lebih berbakti kepada suami selain beliau. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri pernah bersabda, “Demi Allah, tidak ada seorang pun yang Allah gantikan untukku yang lebih baik daripadanya.”
Khadijah mampu menenangkan suaminya yang berada dalam ketakutan teramat sangat ketika pertama kali menerima wahyu. Curahan kasih sayang dan kelembutan Khadijah yang lahir dari ketulusan hati mampu menghilangkan ketakutan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi tenang dan percaya diri.
Padahal sebelumnya, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pergi mengasingkan diri selama beberapa waktu, Khadijah dibuatnya risau. Bahkan Khadijah sempat menyuruh beberapa pelayannya untuk mencari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sampai ke kota Makkah, namun mereka kembali dengan tangan kosong. Tiba-tiba dengan tubuh gemetar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang menemuinya. Karena kasih sayangnya, Khadijah pun berkata, “Demi Allah, aku telah menyuruh beberapa pelayan untuk mencarimu. Bahkan mereka sampai mencarimu ke Makkah, namun tidak mendapat kabar apa-apa.”
Khadijah adalah orang pertama yang membenarkan kenabian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kegembiraan menyelimuti benak Khadijah saat berita mulia itu datang pada suaminya, berita mulia yang tidak datang pada pria manapun di dunia ini. Sebuah berita berupa pengembanan tugas mulia yang belum pernah ada sepanjang zaman.
Setelah mendengar penuturan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang peristiwa turunnya wahyu yang pertama, Khadijah pergi menemui Waraqah bin Naufal. Waraqah bin Naufal adalah anak pamannya sendiri dan beliau seorang Nasrani. Khadijah menceritakan peristiwa yang dialami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Waraqah. Maka Waraqah pun berkata, “Sesungguhnya dia adalah nabi umat ini. Oleh karena itu, katakanlah kepadanya, hendaklah dia tetap teguh.” Khadijah pun pulang dan memberitahukan tentang apa yang dikatakan oleh Waraqah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sejenak mari kita berpikir …. Menghadapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Khadijah bisa saja bersikap seperti sikap istri Nabi Nuh ‘alaihis salam dan istri Nabi Luth ‘alaihis salam terhadap suami mereka. Khadijah bisa saja meremehkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau datang dengan tubuh gemetar dan ketakutan. Akan tetapi, Khadijah bukanlah istri seperti itu. Khadijah bukan wanita yang dapat dikalahkan oleh dunia, baik harta maupun kekuasaan. Dia tahu bahwa suaminya akan menghadapi bahaya besar. Bahwa suaminya akan berhadapan dengan masyarakat yang keras serta kuat mempertahankan adat dan tradisi mereka. Namun, apalah arti semua itu dibandingkan dengan kepribadian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang begitu mulia? Khadijah menikah dengan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memberikan segala miliknya yang berharga baik harta maupun jiwanya.
Karena pengorbanan dan segala cinta Khadijah itulah, beliau mendapat kedudukan yang istimewa di hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini dapat dilihat dari jawaban Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika Aisyah radhiyallahu anha berkata pada beliau, “Tidak perlu engkau menyebut-nyebut lagi wanita tua yang sudah lama meninggal dunia. Allah telah menggantikan untukmu dengan apa yang lebih baik daripadanya (maksudnya, dirinya).” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Demi Allah, tidak ada seorang pun yang Allah gantikan untukku yang lebih baik daripadanya. Dia beriman kepadaku saat manusia mendustakanku. Dia membantuku dengan hartanya saat manusia tidak memperdulikanku, dan aku mendapatkan anak darinya, sementara aku tidak mendapatkannya dari yang lain.”
Tidaklah mungkin kecintaan dan pengorbanan Khadijah itu sedemikian hebatnya jika bukan karena balutan keimanan yang dimilikinya. Wanita yang berjuang membela suami bukan karena ingin meraih dunia, tapi karena kebenaran yang diusung oleh suaminya. Bahkan demi pembelaannya, beliau rela berkorban harta dan jiwa. Semoga kita bisa mengambil hikmah dari sosok wanita mulia ini dan mengaplikasikannya dalam bingkai kehidupan kita.
____________________
Oleh: Ummu Umar
Maraji’: Ukhti Al-Muslimah SabiilukiilalJannah, ‘Itisham Ahmad Sharraf.