oleh dr. Asyikun N. Room, Sp.An*
Pihak-pihak yang meminta internasionalisasi pengelolaan Makkah dan Madinah mirip dengan Raja Abrahah yang menyerang Makkah dengan pasukan bergajah di tahun kelahiran Rasulullah. Tapi jika Abrahah jaman jahiliyah itu berasal dari Yaman, maka ‘Abrahah’ abad 21 ini berasal dari Persia.
Abrahah Persia ini mulai kehabisan duit setelah ikut campur tangan di perang Suriah nan panjang, ditambah proyek nuklir yang tidak murah. Harga minyak dunia lagi turun, susah dapat untung besar saat ini.
Uang dari wisata peziarah? Duh, cekak gan. Siapa sih umat Islam yang sekedar kenal saja ziarah ke Najaf atau Qum? Karbala sudah dikuasai sejak Saddam jatuh dan pemerintahnya pro-Persia, tapi siapa yang mau ziarah ke negeri yang setiap hari bahkan jam ada bom meledak di tempat umum?
Maka diliriklah Makkah-Madinah. Dari dulu sih, melalui milisi Hawtsi di Yaman (dan ini menghabiskan duit mereka juga). Tapi mereka sedikit lebih pintar dari Abrahah asal Yaman: jika dulu Abrahah bermaksud menghancurkan Ka’bah agar kuil buatannya didatangi banyak orang, maka mereka sangat bernafsu untuk menguasai dua tanah haram. Menetes liur mereka membayangkan milyaran dolar yang bakal masuk kantong jika mengelola kedua tambatan hati umat muslim sedunia itu.
Dimanfaatkanlah segala momen yang terjadi. Ketika musibah demi musibah menimpa jamaah haji tahun ini, maka berbeda dengan negara-negara dan pribadi-pribadi muslim bahkan nonmuslim yang mengucapkan simpati dan belasungkawa, mereka malah mengecam pengelola haji dan menuntut “internasionalisasi” pengelolaan haji. Pintar, atau lebih tepatnya, licik.
Dan kaki tangan Abrahah Persia ini bergerak di seluruh dunia. Di Markas PBB mereka berdemo menuntut hal yang sama. Di Indonesia kaki tangan mereka baik dimedia, partai politik, media sosial, juga bersuara menuntut agar Haramain dikelola bersama (urus rupiah dan asap saja kesulitan, bagi sembako untuk ratusan orang saja ada yang mati, mau urus haji?).
Bagi Abrahah-abrahah abad 21 ini, saya mau katakan seperti apa yang dikatakan oleh Abdul Muththalib, kakek Rasulullah kepada Abrahah yang waktu itu juga merampas unta-unta beliau:
Kembalikanlah unta-unta ini karena saya adalah tuannya, adapun rumah itu (Ka’bah) maka dia pun ada Tuannya (Allah Tabaraka wa Ta’ala).
Wallaahu al-musta’an.
*Penulis adalah anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Sulawesi Selatan
hal-hal seperti ini perlu disampaikan agar umat muslim paham tentang politik internasional yang tengah mencoba mengusik ketentraman dan keutuhan ISLAM. cerita yang disampaikan sangat ringan sehingga mudah dipahami