Jati Diri Muslimah (2)
December 7, 2015Agama Ini Bukan Prioritas Paling Penting
December 11, 2015MUSLIMAH ADA UNTUK BERDAKWAH
Muslimah sebagai pilar bangsa, muslimah sebagai Ibu, muslimah dalam karir sudah sering terdengar bahkan telah banyak tulisan, kajian ilmiah dan non formal akan perannya. Namun satu hal yang luput untuk dibahas di antara beragamnya peran muslimah dalam kehidupan, yaitu sebagai wanita yang memperbaiki kondisi yang buruk serta mengajak kepada kebenaran dan cahaya Islam yang rahmatan lil ‘aalamiin. Ya, untuk itu muslimah ada untuk berdakwah.
Hal ini bukanlah sebuah pembaharuan pemikiran karena telah ada contohnya dari muslimah-muslimah terbaik dahulu. Sejarah mencatat bagaimana sang mujahidah pertama dalam Islam, begitu sebutan mulia yang sangat pantas untuk Sumayyah. Beliau memilih mati dibandingkan harus menukar keimanannya yang haq bahwa Allah itu satu. Maka terbunuhlah ia di tangan penguasa Quraisy. Kisah menakjubkan lainnya datang dari seorang saudara perempuan sang amiirul mukminiin, Fathimah binti Khattab. Tanpa ragu menampakkan keislamnnya meski mendapat kekerasan dari amiirul mukminiin yang saat itu masih kafir. Mereka berdua saja sudah cukup memberikan teladan bagaimana mendakwahkan Islam yang mereka yakini meski harus mendapat kekerasan bahkan nyawa sebagai taruhannya.
Jika dahulu mereka harus mengambil peran dakwah di masa Islam masih asing, maka apalagi zaman kita sekarang dimana bukan hanya Islam yang mengalami masa keterasingan kedua, tapi juga muslimah bodoh tentang kewajiban mereka melaksanakan dakwah Islam sesuai dengan kemampuan dan kesempatan yang ada. Hal ini terjadi karena jauhnya nilai-nilai Al Qur-an dari masyarakat muslim. Di rumah mereka, Al Qur-an hanya sebagai pajangan. Di sekolah-sekolah mereka, Al Qur-an hanya pelajaran ekstra, bukan yang utama. Di kegiatan-kegiatan mereka, nilai-nilai Al Qur-an sama sekali tak disinggung. Padahal dalam Al Qur-an perintah untuk berdakwah disampaikan oleh Allah.
Kebodohan muslimah tentang pentingnya dakwah Islam bukan tanpa sebab, tapi berakar dari ghazwul fikri (perang pemikiran) Barat terhadap kaum muslimin. Mereka mengubah pemikiran Islam menjadi pemikiran yang tidak Islami. Perhatikan bagiamana akhlak dan fikrah (pola pikir) kaum muslimin saat ini, sebagian dari mereka malah bangga dengan apa yang datang dari Barat, padahal itu merupakan kemaksiatan dalam Islam.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menulis sebuah karangan yang menyebutkan bahwa salah satu dari 4 Risalah Penting dalam agama kita, yaitu pemberdayaan muslimah, terutama dalam hal dakwah. Beliau beralasan karena wanita merupakan setengah dari masyarakat, bahkan lebih banyak dari kaum lelaki (begitu yang disampaikan dalam risalah nubuwah). Alasan lain yang beliau paparkan, yaitu sesungguhnya pertumbuhan generasi berada di bawah asuhan kaum wanita. Di lain kesempatan, Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh dalam bukunya “Panduan Berdakwha Wanita Muslimah” (Al Mar’ah Ad Daa’iyah Watanwi’ Uslub Al Khitab Asy Syar’i) mengatakan hal yang senada bahwa wanita adalah setengah dari masyarakat, maka sepantasnyalah wanita mengambil peran sebagiamana kaum pria yang memiliki tanggung jawab secara pribadi, keluarga, dan masyarakat.
Selain itu, kerusakan yang terjadi di masyarakat terkhusus wanita harusnya menggugah jiwa kita untuk berbuat sesuatu dalam memperbaiki kondisi ini. Kerusakan itu mulai dari sebutan-sebutan yang tidak menunjukkan kemuliaan wanita. Padahal Islam dahulu datang untuk mengangkat kehormatan wanita, misalnya yang lazim bagi kita istilah wanita simpanan, wanita jalang, yang notabene mereka adalah muslimah. Ditambah dengan fenomena hamil di luar nikah, aborsi, paham feminisme, serta paham-paham menyimpang lainnya yang mengantarkan muslimah keapada kerusakan aqidah dan moral.
Semua itu bukankah telah cukup menjadi alasan bahwa penting dan dibutuhkan peran-peran wanita sebagai da’iyah secara khusus dan mengaplikasinya dalam semua bidang kehidupan. Dakwah yang dilakukan oleh wanita jangan dianggap sebagai pekerjaan baru yang akan melalaikannya dari tanggung jawab yang utama, tapi bisa berjalan mengiringi aktivitas yang lain. Jangan pula peran wanita sebagai penyampai risalah Islam hanya cocok untuk tamatan pesantren atau jurusan keagamaan. Semua berangkat dari pemahaman yang benar tentang Islam, meneladani generasi terbaik dahulu, dan keinginan yang besar untuk meraih Surga dari jalan dakwah. Maka yang menjadi target dakwah muslimah hari ini semakin melebar, yaitu wanita muslimah yang masih jauh dari aqidah dan pengamalan Islam serta kaum wanita secara umum. Untuk itu, berikut peran yang dapat digeluti oleh setiap muslimah yang telah sadar akan amanah ini.
-
Sebagai hamba Allah dengan merealisasikan penghambaan yang mutlak kepada Allah semata. Ini menjadi poin utama peran seorang muslimah dalam berdakwah karena perintah dakwah itu datang dari Allah. Kemampuannya dalam berdakwah pun berkat taufiq (kekuatan) dari Allah serta keberhasilannya dalam dakwah tidak lain karena pertolongan Allah. Maka sepantasnya melahirkan hati dan jasad yang hanya bergantung kepada Allah dan mengharap pahala dari-Nya. Dakwan pun menjadi bagian dari ibadah serta bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah.
-
Sebagai anak yang berbakti kepada kedua orang tua. Para Nabi dan Rasul mendahulukan dakwahnya kepada orang-orang terdekat, dalam hal ini adalah keluarga. Apalagi kebaikan seorang anak kepada kedua orang taunya bisa menjadi wasilah keberhasilan dakwah. Doa, ridha, serta dukungan yang kuat dari kedua orang tua mampu mengantarkan kepada ridha Allah. Bukan malah sebaliknya, kesibukan dakwah kepada orang lain melalaikannya dari berbakti kepada kedua orang tuanya. Dalam sebuah kesempatan, DR. Bilal Philips, seorang muallaf berkebangsaan Inggris yang pernah mengambil studi di Saudi Arabia menceritakan bahwa keberasilan dakwah di Barat hari ini berangkat dari masuk Islamnya kepala-kepala keluarga sehingga istri, anak, dan sanak saudara ikut pula masuk Islam. Maka populasi kaum muslimin semakin bertambah di sana. Satu lagi bukti pentingnya dakwah kepada orang tua.
-
Sebagai teman, kerabat, profesional dalam lingkungan atau tempat tertentu sangat dituntut peran muslimah di dalamnya. Saat ini kaum muslimah sementara diperangi pemikirannya oleh orang-orang kafir melalui lingkungan dan kebiasaan yang jauh dari nilai-nilai Islam. Maka teman, kerabat, kalangan profesional harus memanfaatkan potensinya dalam memperingatkan, menasehati, mengajak muslimah yang lain untuk kembali mencelupkan diri mereka dalam Islam. Berawal dari mengajak mereka belajar, memotivasi merek dalam mengamalkan, lalu bekerja sama dengan mereka dalam menciptakan lingkungan yang Islami. Ini pula yang akan menjadi dakwah bagi kaum kafir bahwa muslimah pun tidak bodoh tentang urursan dunia. Semoga ini pula yang mengantarkan mereka kepada hidayah Islam.
-
Sebagai istri dengan taat dan berkhidmat kepada suami sepanjang bukan dalam bermaksiat kepada Allah. Hal ini sudah sangat jelas harus dilakukan oleh setiap istri shalihah. Ketaatannya kepada suami akan membawa keberkahan dalam dakwah itu sendiri dan juga bisa menjadi
Oleh: Ummu Umar “Nurul K. S. A”