Do’a Setelah Wudhu
February 20, 2016Syukurnya Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman
February 23, 2016Ingin Tahu? Ini 5 Rahasia Kenapa Shalat Sunat Lebih Utama Dikerjakan di Rumah
Shalat sunat –baik sunat rawaatib, dhuha, witir, tahajjud dll- sangat dianjurkan untuk dikerjakan dirumah, bahkan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam sering menyatakan dalam hadis-hadisnya bahwa shalat sunat dirumah lebih utama dari tempat lain termasuk masjid. Diantara hadis tersebut:
صلوا أيها الناس في بيوتكم, فإن أفضل صلاة المرء في بيته إلا المكتوبة
Artinya: “Wahai sekalian manusia, shalatlah (sunat) dirumah-rumah kalian, karena shalat yang paling utama dikerjakan adalah dirumah, kecuali shalat wajib”. (HR Muslim: 781).
Adapun wanita muslimah, maka shalat dirumahnya baik sunat ataupun wajib, lebih utama daripada shalat dimasjid sebagaimana dalam banyak hadis.
Bagi kaum laki-laki, shalat sunat dirumah juga bahkan lebih utama dibandingkan dengan shalat sunat di Masjid Nabawi atau Masjidil Haram, sebagaimana dalam HR Bukhari (731), Muslim (781) dan Abu Daud (1044) yang shahih, beliau bersabda:
صلاة المرء في بيته أفضل من صلاته في مسجدي هذا إلا المكتوبة
Artinya: “Shalatnya seseorang dirumahnya lebih utama daripada shalat dimasjidku ini (Masjid Nabawi), kecuali shalat wajib”. Lafadz ini dalam Sunan Abu Daud.
Perlu diketahui bahwa shalat sunat yang utama dilaksanakan dimasjid ini adalah semua shalat sunat kecuali shalat sunat yang dikerjakan secara berjamaah seperti shalat sunat iedul fitri dan iedul adha, kusuf, istisqaa’, tahiyatulmasjid, dan shalat sunat tawaf. Shalat-shalat ini tentunya utamanya dikerjakan dimasjid atau ditempat lain selain rumah.
Lalu apa saja keutamaan shalat sunat di rumah sehingga Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam sangat menganjurkannya? Simak jawabannya:
Pertama:
Shalat sunat dirumah merupakan petunjuk dan sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Tentunya hal ini beliau lakukan karena adanya wahyu ilahi dari langit. Sebab itu, kita harus melakukannya untuk mencontoh/ittiba’ dengan sunnah-sunnah beliau. Dalam hadis, Aisyah radhiyallaahu’anha menuturkan: “Beliau shallallahu’alaihi wasallam melaksanakan shalat sunat empat rakaat qabliyah zuhur dirumahku, kemudian beliau keluar ke mesjid untuk shalat mengimami orang-orang, setelahnya beliau masuk kembali ke rumah lalu shalat sunat dua rakaat (ba’diyah zuhur). Beliau juga ketika magrib shalat mengimami orang-orang, lalu masuk ke rumah dan shalat dua rakaat (ba’diyah magrib).Juga beliau shalat mengimami orang-orang pada shalat isya, lalu masuk kerumah dan shalat dua rakaat (ba’diyah isya) dan dahulu bila fajar telah terbit (azan telah dikumandangkan), beliau shalat (dirumahku) dua rakaat (qabliyah fajar)”. (HR Muslim: 730).
Juga dalil-dalil lain yang menunjukkan bahwa beliau selalu melaksanakan shalat tahajjud, witir, dhuha, dll dirumahnya, padahal Masjid Nabawi hanya berbatasan dinding dengan rumah istri-istri beliau.
Kedua:
Agar rumah senantiasa memiliki sifat dan kondisi ibadah seperti halnya masjid, yang dengannya didatangi oleh para malaikat, dijauhi oleh syaithan dan dinaungi oleh rahmat. Sehingga rumah tidak seperti kuburan yang tidak ada aktifitas ibadah didalamnya, bahkan akan menjadi tempat yang disukai oleh jin dan syaithan, serta terhalangi dari curahan rahmat. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam telah memerintahkan hal ini dalam sabdanya:
اجعلوا في بيوتكم من صلاتكم، ولا تتخذوها قبورا
Artinya: “Dirikanlah dirumah-rumah kalian sebagian dari shalat-shalat kalian, dan jangan menjadikannya seperti kuburan (yang tidak ada aktifitas ibadah didalamnya)”. (HR Bukhar: 432 dan Muslim: 777).
Dalam hadis lain dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallaahu’anhu:
مثل البيت الذي يذكر الله فيه، والبيت الذي لا يذكر الله فيه، مثل الحي والميت
Artinya: “Perumpamaan rumah yang disebut didalamnya nama Allah (ada aktifitas ibadahnya), dengan rumah yang tidak disebut nama Allah didalamnya adalah laksana orang hidup dan orang mati”. (HR Muslim: 779).
Ketiga:
Shalat sunat merupakan shalat yang hukum asalnya dikerjakan dirumah bukan dimasjid ataupun tempat lain. Dalam hadis Ka’ab bin ‘Ujrah radhiyallahu’anhu bahwa Nabi shallallahu’alaihi wasallam shalat maghrib di Masjid Bani Abdil-‘Asyhal, ketika selesai shalat, beliau melihat mereka langsung melaksanakan shalat sunat setelah magrib, maka Nabipun bersabda: “Shalat ini (ba’diyah magrib dan semisalnya) merupakan shalatnya rumah (yang dikerjakan dirumah)”, dalam lafadz lain: “Kerjakanlah shalat seperti ini dirumah kalian”. (HR Abu Daud: 1300, Tirmidzi: 610< dan Nasai: 1600, dan derajatnya hasan li-ghairihi).
Keempat:
Shalat sunat dirumah lebih menjauhkan diri dari sifat riya’ dan ingin dipuji dalam beribadah karena tersembunyi dan tidak nampak oleh kebanyakan orang, berbeda halnya dengan shalat sunat di masjid. Ini merupakan tambahan ibadah yang sangat bermanfaat yang mana kekhusyuan bisa terjaga, tanpa ada perasaan riya’ yang terbesit sedikitpun dalam hati. Terdapat beberapa hadis tentang masalah ini, seperti: “Keutamaan shalat sunat dirumah dibandingkan dengan shalat sunat dimasjid yang mana tidak dilihat oleh orang-orang adalah seperti keutamaan shalat wajib atas shalat sunat”. HR Abdur-Razzaq dalam Mushannad (3/70), Thabarani dalam Mu’jam Kabir (8/46) dll. Tapi yang benar: hadis ini mawquf/merupakan ucapan sahabat Shuhaib radhiyallahu’anhu. Namun Syaikh Al-Albani menilai ucapan sahabat ini hukumnya marfu’/berasal dari Nabi karena bukan merupakan perkara yang bisa dijadikan ijtihad. (lihat: Ash-Shahihah: 3149). Wallaahu a’lam.
Kelima:
Shalat sunat dirumah memiliki manfaat lain yaitu bisa dilihat dan dicontoh oleh istri, saudara, saudari, ataupun anak-anak, sehingga mereka bisa mempelajari tatacara shalat secara langsung dari praktek ayah, atau suami mereka yang shalat sunat tersebut. Hal ini, bukan tanpa dalil atau sumber, sebab barangsiapa yang membaca hadis-hadis shalat dari Aisyah atau istri-istri Nabi lainnya, maka ia akan tahu bahwa mereka kebanyakannya meriwayatkan dan belajar tentang tata cara shalat Nabi dari praktek shalat sunat beliau dalam rumah. Banyak hadis tentang masalah ini, misalnya hadis Aisyah:
فقدت رسول الله صلى الله عليه وسلم ليلة من الفراش فالتمسته فوقعت يدي على بطن قدميه وهو في المسجد وهما منصوبتان وهو يقول: «اللهم أعوذ برضاك من سخطك، وبمعافاتك من عقوبتك، وأعوذ بك منك لا أحصي ثناء عليك أنت كما أثنيت على نفسك»
Artinya: “Saya kehilangan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pada suatu malam ditempat tidur, lalu sayapun mencarinya dengan meraih-raih tanganku (karena gelap), hingga tanganku menyentuh kedua telapak kakinya, sedangkan ia dalam sujud, kedua kakinya tersebut ditegakkan, sambil berdoa: “Allaahumma a’uudzu bi ridhaaka min sakhatik, wa bi mu’aafaatika min ‘uquubatik, wa a’uudzu bika min ka, laa uhshii tsanaa-an ‘alaik, anta kamaa atsnaita ‘alaa nafsik’. (HR Muslim: 486).
Dari hadis ini kita bisa belajar banyak hal, misalnya tatacara sujud Nabi, dan doa beliau dalam sujud ketika shalat malam, dan hal-hal lainnya, tentunya karena beliau melaksanakan shalat dirumah dan dilihat oleh Aisyah yang langsung belajar dari beliau saat itu tentang doa dan tatacara shalat secara praktek. Wallaahu a’lam.
Demikian, semoga bermanfaat, dan semoga kita semua menjadi orang-orang yang mewarisi Surga Firdaus karena amalan-amalan shalat yang senantiasa didirikan dengan penuh khusyu’ dan ketenangan..aamiin.. sebab salah satu ciri mereka yang mewarisinya adalah:
ٱلَّذينَ هُمْ في صَلاتِهِمْ خاشِعُونَ
Orang-orang yang khusyu` di dalam melakukan shalat. (QS Al-Mu’minun: 2).