Etika qiyamul lail
March 30, 2017
Shalat Tarawih dan qiyam Ramadhan
April 1, 2017
Etika qiyamul lail
March 30, 2017
Shalat Tarawih dan qiyam Ramadhan
April 1, 2017

Sirah Nabawiyah 01 : Posisi Bangsa Arab dan Kaumnya

POSISI BANGSA ARAB DAN KAUMNYA

Pada hakikatnya istilah Sirah Nabawiyah merupakan ungkapan tentang risalah yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam kepada manusia, untuk mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya, dari ‘ibadah kepada hamba menuju ‘ibadah kepada Allah. Dan tidak mungkin bisa menghadirkan gambarannya yang amat menawan secara pas dan mengena kecuali setelah melakukan perbandingan antara latar belakang risalah ini (risalah Nabawiyyah) dan pengaruhnya. Berangkat dari sinilah kami merasa perlu mengemukakan fasal yang berbicara tentang kaum-kaum ‘Arab dan perkembangannya sebelum Islam, serta tentang kondisi-kondisi saat Nabi Muhammad diutus.

Posisi Bangsa Arab

Menurut bahasa, ‘Arab artinya padang pasir, tanah gundul dan gersang yang tiada air dan tanamannya. Sebutan dengan istilah ini sudah diberikan sejak dahulu kala kepada jazirah Arab, sebagaimana sebutan yang diberikan kepada suatu kaum yang disesuaikan dengan daerah tertentu, lalu mereka menjadikannya sebagai tempat tinggal. Jazirah Arab dibatasi Laut Merah dan gurun Sinai di sebelah barat, di sebelah timur dibatasi teluk Arab dan sebagian besar negara Iraq bagian selatan, di sebelah selatan dibatasi laut Arab yang bersambung dengan lautan India dan di sebelah utara dibatasi negeri Syam dan sebagian kecil dari negara Iraq, sekalipun mungkin ada sedikit perbedaan dalam penentuan batasan ini. Luasnya membentang antara satu juta mil kali satu juta tiga ratus ribu mil.

Jazirah Arab memiliki peranan yang sangat besar karena letak geografisnya. Sedangkan dilihat dari kondisi internalnya, Jazirah Arab hanya dikelilingi gurun dan pasir di segala sudutnya. Karena kondisi seperti inilah yang membuat jazirah Arab seperti benteng pertahanan yang kokoh, yang tidak memperkenankan bangsa asing untuk menjajah, mencaplok dan menguasai Bangsa Arab. Oleh karena itu kita bisa melihat penduduk jazirah Arab yang hidup merdeka dan bebas dalam segala urusan semenjak zaman dahulu. Sekalipun begitu mereka tetap hidup berdampingan dengan dua imperium yang besar saat itu, yang serangannya tak mungkin bisa dihadang andaikan tidak ada benteng pertahanan yang kokoh seperti itu.

Sedangkan hubungannya dengan dunia luar, Jazirah Arab terletak di benua yang sudah dikenal semenjak dahulu kala, yang mempertautkan daratan dan lautan. Sebelah barat Laut merupakan pintu masuk ke benua Afrika, sebelah timur laut merupakan kunci untuk masuk ke benua Eropa dan sebelah timur merupakan pintu masuk bagi bangsa-bangsa non-Arab, timur tengah dan timur dekat, terus membentang ke India dan Cina. Setiap benua mempertemukan lautnya dengan Jazirah Arab dan setiap kapal laut yang berlayar tentu akan bersandar di ujungnya. Karena letak geografisnya seperti itu pula, sebelah utara dan selatan dari jazirah Arab menjadi tempat berlabuh berbagai bangsa untuk saling tukar-menukar perniagaan, peradaban, agama dan seni.

Kaum-kaum Arab

Ditilik dari silsilah keturunan dan cikal-bakalnya, para sejarawan membagi kaum-kaum Arab menjadi tiga bagian, yaitu:


Arab Bâ-idah, yaitu kaum-kaum Arab terdahulu yang sudah punah dan tidak mungkin sejarahnya bisa dilacak secara rinci dan komplit, seperti ‘Ad, Tsamud, Thasm, Judais, ‘Imlaq dan lain-lainnya.

Arab ‘ÂAribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Ya’rib bin Yasyjub bin Qahthan, atau disebut pula Arab Qahthaniyah.

Arab Musta’ribah. yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Isma’il, yang disebut pula Arab ‘Adnaniyah.


Tempat kelahiran Arab ‘ÂAribah atau kaum Qahthan adalah negeri Yaman, lalu berkembang menjadi beberapa kabilah dan suku, yang terkenal adalah dua kabilah :

Kabilah Himyar, yang terdiri dari beberapa suku terkenal, yaitu Zaid Al-Jumhur, Qudhâ’ah dan Sakâsik.

Kahlân, yang terdiri dari beberapa suku terkenal yaitu Hamadan, Anmar, Thayyi’, Madzhaj, Kindah, Lakham, Judzam, Azd, Aus, Khazraj, anak keturunan Jafnah raja Syam dan lain-lainnya. Suku-suku Kahlân banyak yang hijrah meninggalkan Yaman, lalu menyebar ke berbagai penjuru Jazirah menjelang terjadinya banjir besar saat mereka mengalami kegagalan dalam perdagangan. Hal ini sebagai akibat dari tekanan Bangsa Romawi dan tindakan mereka menguasai jalur perdagangan laut dan setelah mereka menghancurkan jalur darat serta berhasil menguasai Mesir dan Syam, (dalam riwayat lain) dikatakan : bahwa mereka hijrah setelah terjadinya banjir besar tersebut.
Juga tidak menutup kemungkinan jika hal itu sebagai akibat dari persaingan antara sukusuku Kahlan dan suku-suku Himyar, yang berakhir dengan keluarnya suku-suku Himyardan pindahnya suku-suku Kahlân.

Suku-Suku Kahlân yang berhijrah bisa dibagi menjadi empat golongan :

Azd ; Kehijrahan mereka langsung dipimpin oleh pemuka dan pemimpin mereka, ‘Imran bin ‘Amru Muzaiqiya’. Mereka berpindah-pindah di negeri Yaman dan mengirim para pemandu; lalu berjalan ke arah utara dan timur. Dan inilah rincian akhir tempat-tempat yang pernah mereka tinggali setelah perjalanan mereka tersebut : Tsa’labah bin Amru pindah dari al-Azd menuju Hijaz, lalu menetap diantara (tempat yang bernama) Tsa’labiyah dan Dzi Qar. Setelah anaknya besar dan kuat, dia pindah ke Madinah dan menetap disana. Dan diantara keturunan Tsa’labah ini adalah Aus dan Khazraj, yaitu dua orang anak dari Haritsah bin Tsa’labah.

Diantara keturunan mereka yang bernama Haritsah bin ‘Amr (atau yang dikenal dengan Khuza’ah) dan anak keturunannya berpindah ke Hijaz, hingga mereka singgah di Murr azh-Zhahran, yang selanjutnya membuka tanah  suci dan mendiami Makkah serta mengekstradisi penduduk aslinya, al-Jarahimah. Sedangkan ‘Imran bin ‘Amr singgah di Omman lalu bertempat tinggal di sana bersama anak-anak keturunannya, yang disebut Azd Omman, sedangkan kabilah-kabilah Nashr bin aI-Azd menetap di Tuhâmah, yang disebut Uzd Syanû-ah. Jafnah bin ‘Amr pergi ke Syam dan menetap di sana bersama anak keturunannya. Dia dijuluki Bapak para raja al-Ghassâsinah,  yang dinisbatkan kepada mata air di Hijaz, yang dikenal dengan nama Ghassân yang telah mereka singgahi sebelum akhimya pindah ke Syam.

Lakhm dan Judzam; mereka pindah ke bagian Timur dan Barat. Tokoh di kalangan mereka adalah Nashr bin Rabi’ah, pemimpin raja-raja Al-Manadzirah di Hirah.

Bani Thayyi’ ; Mereka berpindah ke arah utara setelah perjalanan Azd hingga singgah di antara dua gunung; Aja dan Salma, dan akhirnya menetap di sana dan kedua gunung tersebut kemudian dekenal dengan dua  gunung Thayyi’.

Kindah; Mereka singgah di Bahrain, kemudian terpaksa meninggalkannya dan singgah di Hadhramaut. Namun nasib mereka tidak jauh berbeda dengan apa yang menimpa mereka saat berada di Bahrain, hingga mereka pindah lagi ke Najd. Di sana mereka mendirikan pemerintahan yang besar dan kuat. Tapi pemerintahan itu cepat berakhir tanpa meninggalkan bekas sedikitpun. Di sana ada satu kabilah Himyar yaitu Qudha’ah (meskipun masih diperselisihkan penisbatannya kepada Himyar) yang meninggalkan Yaman dan bermukim di daerah pedalaman as-Samawah, pinggiran Iraq.*

* Lihat rincian tentang kabilah-kabilah ini dan hijrahnya dalam buku-buku: “Nasab Ma’d wal Yaman al-Kabir”, “Jamharatun Nasab”, “al-‘Iqdul Farid”, “Qalaidul Jumman”, “Nihayatul Arib”, “Tarikh Ibni Khaldun”, “Saba-ikuz Zahab” , dll. Dan terdapat perbedaan yang cukup mencolok dalam berbagai referensi sejarah dalam menetapkan periode hijrah-hijrah yang mereka lakukan dan sebab-sebabnya. Tapi setelah mengamati secara cermat dari  berbagai sudut pandang, maka kami telah menetapkan pendapat yang kami anggap kuat dalam bab ini berdasarkan dalil yang ada.

Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury
Sumber : Kitab Ar-Rahiqul Makhtum Separuh Bab 1