SUJUD SAHWI
May 2, 2017Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat
May 3, 2017Apakah Ada Kaffarah Bagi Orang yang Melanggar Larangan Ini?
Syekh Abdul Aziz Ibn Baz rahimahullah mengatakan, “Siapa yang memotong rambut atau kukunya, setelah masuk bulan Dzul Hijah, baik karena lupa atau tidak tahu hukumnya, sementara dia hendak berkurban maka tidak ada kewajiban apapun untuk menebusnya. Allah melepaskan beban bagi hamba-Nya yang tidak sengaja atau lupa. Adapun orang yang melakukannya dengan sengaja maka dia harus bertaubat kepada Allah, namun tidak ada kewajiban membayar kaffarah.” (Fatawa Islamiyah, 2:316)
Apakah larangan ini hanya berlaku untuk kepala keluarga saja atau berlaku juga untuk semua anggota keluarga shohibul kurban?
Jawab: Larangan ini hanya berlaku untuk kepala keluarga (shohibul kurban) dan tidak berlaku bagi anggota keluarganya. Ada dua alasan mengenai hal tersebut:
1. Zhahir hadits menunjukkan bahwa larangan ini hanya berlaku untuk yang hendak berkurban.
2. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sering berkurban untuk dirinya dan keluarganya. Namun belum ditemukan riwayat bahwasanya beliau melarang anggota keluarganya untuk memotong kuku maupun rambutnya. (Syarhul Mumti’ 7:529)
Waktu Penyembelihan
Waktu penyembelihan kurban adalah pada hari ’Idul Adha dan tiga hari sesudahnya (hari Tasyriq). Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ِ
”Setiap hari taysriq adalah (hari) untuk menyembelih (kurban).” (HR. Ahmad dan Baihaqi)
Tidak ada perbedaan waktu siang ataupun malam, keduanya diperbolehkan. Namun menurut Syekh Al-Utsaimin, melakukan penyembelihan di waktu siang itu lebih baik. (Tata Cara Qurban Tuntunan Nabi, hal. 33).
Kemudian, para ulama sepakat bahwa menyembelih kurban tidak boleh dilakukan sebelum terbitnya fajar di hari ’Idul Adha. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ِ ْ
سِ ـه ف َ ِنـ ل ُ ـح َ ْذب َ نمَـا ي ِ إ َ ِ ف َلاة َ الص َ ْل ب َ قـ َ َح َ ذب ْ ن َ م ، ُ َ ـكه ُ ُس ـد َ تمـ ن ْ َ َق ِ فـ َ ـلاة َ الص َ ـد ْ ع َ بـ َ ـح َ َ ذب ْ ـن َ م َ و ْ َين مِ ِ ل ْ س ُ الم َ ة َ ن َ اب س َ َ أَص َ و
”Barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat ’id, maka sesungguhnya dia menyembelih untuk dirinya sendiri (bukan kurban). Dan barangsiapa yang menyembelih sesudah shalat itu maka kurbannya sempurna dan dia telah menepati sunnahnya kaum muslimin.” (HR. Bukhari dan Muslim) (Shahih Fiqih Sunnah II:377)
Waktu yang Paling Utama Ibnu Abbas radliallahu ‘anhu meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Tidak ada satu amal shalih yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal shalih yang dilakukan selama 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah.” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad?” Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Tidak pula jihad, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan Syekh Al-Albani).
Berdasarkan hadis di atas, waktu yang paling utama untuk penyembelihan hewan kurban adalah pada pagi hari ‘Idul Adha (tanggal 10 Dzul Hijjah). Hal ini menjadi jalan bagi sohibul kurban untuk mendapatkan keutamaan melakukan amal shalih di sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijah.
Tempat Penyembelihan
Tempat yang disunnahkan untuk menyembelih adalah tanah lapangan tempat shalat ’id diselenggarakan. Terutama bagi tokoh masyarakat, dianjurkan untuk menyembelih kurbannya di lapangan dalam rangka memberitahukan kepada kaum muslimin bahwa kurban sudah boleh dilakukan dan sekaligus mengajari tata cara kurban yang baik. Ibnu Umar mengatakan,
ى ل َ ص ُ ِالْم ب ُ ر َ ْح ن َ يـ َ و ُ َح ْذب َ ِ – صلى االله عليه وسلم- ي ه ول الل ُ ُ س َ ان ر َك َ
”Dahulu Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam biasa menyembelih kambing dan unta (kurban) di lapangan tempat shalat.” (HR. Bukhari).
Akan tetapi, dibolehkan untuk menyembelih kurban di tempat manapun yang disukai, baik di rumah sendiri ataupun di tempat lain (Shahih Fiqih Sunnah, II:378).
Mengirim Hewan Kurban Keluar Daerah
Pada asalnya tempat menyembelih kurban adalah daerah orang yang berkurban tersebut. Demikianlah dipraktikkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Bahkan Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah sangat memotivasi masyarakat agar berkurban di daerah di mana dia berada. Meskipun, masyarakat setempat sudah mampu. Karena tujuan utama berkurban bukan semata-mata mendapatkan dagingnya, tapi lebih pada menerapkan sunnah dan syi’ar Islam. Allah berfirman:
ْ“Dagingnya maupun darahnya tidak akan sampai kepada Allah, namun yang sampai kepada-Nya adalah taqwa kalian” (QS. Al-Haj: 37)
Termasuk dalam takwa kepada Allah ketika berkurban adalah dengan menjaga sunnah dan syi’ar dalam berkurban. Sementara ketika mengirim hewan kurban ke luar daerah, dipastikan akan ada beberapa sunnah yang hilang. Di antara sunnah yang tidak terlaksana ketika seseorang mengirim hewan kurban ke luar daerah adalah:
a. Dzikir kepada Allah ketika penyembelihan hewan kurban. Allah berfirman, ketika menjelaskan tentang berkurban:
ا َ ه ْ لَيـ َ ِ ع ه الل َ م ْ وا اس ُ اذُْكر َ ف
“Sebutlah nama Allah ketika menyembelihnya” (QS. Al-Haj: 36)
b. Menyembelih hewan kurban sendiri atau turut menyaksikan penyembelihan hewan kurbannya, jika diwakilkan kepada orang lain. Menyerahkan hewan kurban ke daerah lain, tidak akan mendapatkan keutamaan ini.
c. Makan daging kurban Dianjurkan bagi sohibul kurban untuk memakan bagian hewan kurbannya. Allah berfirman:
َ ير ِ َق الْف َ ِس ائ َ وا الْب ُ م ِ أَطْع َ ا و َ ْه ِنـ وا م ُ َ ُكل ف
“Makanlah bagian hewan qurban tersebut dan sedekahkan kepada orang yang membutuhkan” (QS. Al-Haj: 28)
d. Sohibul kurban tidak mengetahui kapan hewannya disembelih. Bagi sohibul kurban disyariatkan untuk tidak potong kuku maupun rambut, sampai hewan kurbannya disembelih. Berdasarkan alasan ini, beliau melarang mengirim hewan kurban dalam keadaan hidup maupun mengirim sejumlah uang untuk dibelikan hewan kurban di tempat lain. (Liqa’at Bab al-Maftuh, 92: No. 4)
Solusi yang bisa dilakukan adalah menyembelih di tempat sendiri, selanjutnya sohibul kurban bisa mendistribusikan daging kurban ke manapun, sesuai kehendaknya.