Mengenal Kurban
Kurban yang dalam bahasa Arabnya udh-hiyah gnay kanret naweh halada )الأضحية( disembelih pada hari ‘Idul Adha dan hari Tasyriq dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah, karena datangnya hari raya tersebut (Al-Wajiz, hal. 405 dan Shahih Fiqih Sunnah II:366)
Keutamaan Kurban
Menyembelih kurban termasuk amal salih yang memiliki keutamaan sangat besar. Disebutkan dalam hadis, dari ‘Aisyah radhiyallahu‘anha, beliau menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َ ﻣ ِ مَ اﻟﺪِ اقَ ﺮْ ﻫِ إْ ﻦِ ﻣِ اﷲَ ﱃِ إﺐَ ﺣَ أِ ﺮْﺤَ اﻟﻨَ مْ ﻮَ ﻳـِ ﻞَ ﻤَ ﻋْ ﻦِ ﻣ ﻲِ ﻣَ آدَﻞِ ﻤَﺎ ﻋَ ﻣ
“Tidaklah anak Adam melakukan suatu amalan pada hari Nahr (Iedul Adha) yang lebih dicintai oleh Allah melebihi mengalirkan darah (qurban), maka hendaknya kalian merasa senang karenanya.” (HR. Tirmidzi no.1493 dan Ibnu Majah no.3126. lihat Taudhihul Ahkam, IV:450)
Hadist di atas didhaifkan oleh sebagian ulama. Diantaranya Syekh Muhammad Nasirudin Al Albani. Sebagaimana keterangan beliau dalam Dhaif Ibnu Majah, hadist No. 671. Akan tetapi, kegoncangan hadist di atas tidaklah menyebabkan hilangnya keutamaan berkurban. Banyak ulama menjelaskan bahwa menyembelih hewan kurban pada hari ‘Idul Adlha lebih utama dari pada sedekah yang senilai atau seharga dengan hewan kurban, atau bahkan lebih baik dari itu. Syekhul Islam mengatakan: “Berkurban, aqiqah, hadyu sunnah, semuanya lebih baik, dari pada sedekah dengan uang senilai hewan yang disembelih.” (Majmu’ Fatawa, 6:304)
Hal ini diarenakan, maksud terpenting dalam berkurban adalah mengamalkan sunnah dan syi’ar Islam dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah, bukan sematamata nilai binatangnya. Disamping itu, menyembelih kurban lebih menampakkan syi’ar Islam dan lebih sesuai dengan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Shahih Fiqh Sunnah 2:379 dan Syarhul Mumthi’ 7:521).