Oleh : Al Ustadz Abu Abdirrahman M.P.I
Keempat, al-Tarbiyah bi al-Ahdats (Tarbiyah dengan Peristiwa dan Kejadian)
Merupakan sesuatu yang mudah menyampaikan materi yang bermacam-macam kepada orang lain dengan analisa dari beberapa sisi. Namun pengaruh materi yang disampaikannya seandainya memiliki pengaruh maka hal itu hanya temporal dan terbatas.
Adapun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selain memberikan taujih pada setiap kesempatan, ia pun menyempurnakan tarbiyahnya melalui peristiwa dan kejadian, sehingga ia menempatkan para sahabatnya pada kondisi tertentu kemudian memberikan taujih kepadanya.
Ketika Abu Bakr mengadu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat berada dalam gua kemudian Nabi mengatakan kepadanya:”Janganlah kamu menyangka bahwa kita berdua, bahkah Allahlah yang ketiganya.”
Ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berada di medan perang, “bagaimana pendapatmu jika aku terbunuh?” kemudian Nabi menjawab dengan jawaban yang menghujam relung hatinya sampai ia mati syahid. Dari Jabir bin Abdullah –semoga Allah meridhainya- ia bercerita: sesorang bertanya kepad Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika perang Uhud, “Bagaimana pendapatmu jika aku terbunuh, dimanakah aku berada? Nabi bersabda, “Di surga.” Keudian ia membuang beberapa kurma yang ada pada tanggannya lalu berperang sampai akhirnya terbunuh. (HR.Bukhari 4046).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan wasiat kepada Ali bin Abi Thalib –semoga Allah meridhainya- tentang dakwah dan mengingatkan keutamaannya, kapan? ketika mengutusnya untuk berdakwah.
Dari Sahl bin Sa’ad –semoga Allah meridhainya- ia berkata: berkata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada perang Khaibar: “Aku akan berikan panji besok kepada seseorang dimana kemenangan melalui kedua tanganya, Allah dan Rasul-Nya mencintanya dan ia mencintai Allah dan Rasul-Nya. Kemudian orang-orang tidur sambil bertanya-tanya siapa yang akan diberikan. Ketia esok hari setiap orang berharap diberikan panji tersebut, lalu Nabi bersabda: “Dimana ‘Ali?”. Ia sedang sakit matanya, jawab seseorang. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan ludah pada kedua matanya dan mendoakannya kemudia ia sembuh seakan-akan tidak pernah mengalami sakit. Setelah itu Nabi menyerahlan panji tersebut kepadanya. Ali bin Abi Thalib berkata:”aku perangi mereka sampai mereka seperti kita?” kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:”Tenanglah sampai engkau tiba di tempat mereka, kemudian ajaklah mereka kepada Islam dan ajarkan mereka dengan apa yang Allah wajibkan kepada mereka. Demi Allah sesungguhnya Allah memberikan hidayah kepada seseorang dengan perantaraanmu maka itu lebih baik dari unta merah”. (HR. Bukhari no. 3009 dan Muslim).
Bagaimanakah pendapat anda bahwa jika taujihat tersebut disampaikan kepada para sahabatnya sedangkan mereka duduk-duduk di rumah-rumah mereka apakah ada pengauruh yang membekas? Sesungguhnya tarbiyah seperti inilah yang akan melahirkan generasi yang sungguh-sungguh beramal, tidaklah generasi itu ditarbiyah dengan hanya sekedar taujih yang kering, karena ilmu dan amal hidup bersama-sama.
Kelima, al-Ikhtiyar wa al-Ishthafa’ (Memilah dan Memilih)
Tarbiyah disampaikan kepada setiap individu umat seluruhnya bagaimanapun kedudukan mereka, agama disampaikan untuk seluruhnya muda, tua, laki-laki dan wanita.
Namun, dakwah membutuhkan kepada orang yang mengembannya dan orang yang siap dengan segala bentuk resiko-resiko. Dakwah membutuhkan orang-orang tertentu yang dipilih dan ditarbiyah dengan perhatian yang khusus.
Oleh karena hal ini sangat nampak dalam sirah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tarbiyah yang dilakukannya terhadap para shahabatnya, maka dapat ditemukan peristiwa-peristiwa dalam sirah yang berulang-ulang menyebutkan kibar shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti Abu Bakar dan Umar diantara apa-apa yang diwahyukan bahwa mereka adalah orang-orang yang secara khusus dipersiapkan dan ditarbiyah.
Dari Ibnu ‘Abbas –semoga Allah meridhainya keduanya- ia bercerita: “Aku berdiri pada kerumunan orang-orang kemudian mereka mendo’akan Umar bin Khathab ketika ia dibaringkan di atas tempat tidurnya. Ketika itu ada seseorang dibelakangku yang meletakanya sikunya pada pundakku seraya berkata:”Semoga Allah merahmatimu, aku berharap Allah menjadikan engkau bersama kedua shahabatmu karena aku sering mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaih wa sallam bersabda:”Aku, Abu Bakar dan ‘Umar, aku melakukan itu bersama Abu Bakar dan Umar, Aku pergi bersama Abu Bakar dan Umar.” Saya berharap Allah menjadikan engkau bersama kedua shahabatmu. Lalu akua menoleh ke belakang maka orang itu adalah ‘Ali bin Abi Thalib. (HR.Bukhari no. 3677 dan Muslim no.2389).
Diantaranya kisah Abu Hurairah ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menugaskan menjaga pintu kemudia Abu Bakar meminta ijin untuk masuk Nabi berkata:”Ijinkanlah dan berilah kabar gembira dengan surga,” kemudia Umar meminta ijin, kemudian Utsman ….. (HR. Bukhari no.3674 dan Muslim no.2403)
Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik –semoga Allah meridhainya- bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam naik ke atas bukit uhus bersama Abu Bakar, Umar dam Utsman. Tiba-tiba bukit uhud menggoncangkan mereka kemudian Nabi berkata: “Tenanglah wahai Uhud karena di atasmu ada seorang Nabi, Shiddiq dan dua orang syahid.” (HR. Bukhari no 3675).
Demikian pula hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- bahw aNabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas gua Hira’ bersama Abu Bakar, Umar, Utsman, ‘Ali, Thalhah dan Zubair kemudian batu bergoncang lalu Nabi shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda: “TEnanglah Karen diatasmu ada seorang Nabi, shiddiq dan syahid.” (HR Muslim 2417).
Salah seorang shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menghikyatkan kepada kita tentang taujih khusus bagi mereka ketika Nabi membai’at mereka pada satu urusan dimana kebanyakan orang tidak memberikan bai’at kepadanya.
Dari ‘Auf bin Malik al-AsyjaiI –semoga Allah meridhainya- ia bercerita:”Kami bersama Rasulullah shallallhu ‘alihi wa salllam sekitar Sembilan atau delapan atau tujuh orang, kemudian Nabi bersabda:”Apakah kalian tidak berbai’at kepada Rasulullah?” Dan kami baru saja berbai’at kepadanya. Lalu kami menjawab:”Kami sudab berba’iat kepadamu wahai Rasulullah. Nabi bertanya lagi:”Apakah kalian tidak berbai’at kepada Rasulullah?” Kami pun menjawab:”Kami sudah berba’iat kepadamu wahai Rasulullah. Kemudian ia bertanya lagi:”Apakah kalian tidak berbai’at kepada Rasulullah?.” Auf bin Malik berkata:”Kami mengulurkan tangan kami dan berkata:”Kami sudah berbai’at kepadamu wahai Rasulullah, atas apa lagi kami harus berbai’at kepadamu?”. Nabi menjawab:”Beribadahlah kalian hanya kepada Allah dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apap pun, shalat lima waktu dan taat – ia membisikkan suat ucapan- dan janganlah kalian meminta bantuan apa pun kepada orang lain.” Maka aku melihat sebagian mereka (yang berbai’at) jika pecut salah diantara mereka jatuh maka ia tidak meminta untuk mengambilkannya. (HR Muslim no. 1402).
Hal ini tidak berlaku umum bagi para shahabat Nabi –semoga Allah meridhai mereka semua- akan tetapi khusus untuk sebagian mereka. Maka sebagian shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta bantuan dan memberikan bantuan kepada mereka namun tidaklah terlarang bagi mereka untu meminta bantuan.
Berdasarkan hal ini Nabi tidak membolehkan meminta bantuan bagi shahabat-shahabat tertentu sebagaimana ia membolehkan bagi shahabat-shahabat yang lainnya, sebagaimana Nawwas bin Sam’an –semoga Allah meridhainya- meriwayatkan, ia bercerita, “Aku tinggal bersama Rasulullah shalllallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah selam satu tahun tidak ada yang menghalangiku untuk berhijrah kecuali bertanya. Salah seorang diantara kami jika berhijrah tidak bertanya kepada Rasulullah tentang sesuatu. Ia berkata: kemudian aku bertanya kepadanya tentang kebaikan dan dosa. Rasulullah menjawab:”Kebaikan itu akhlak yang baik dan dosa itu apa-apa yang mmbuat dirimu tidak tenang dan engkau tidak suka orang lain mengetahuinya.” (HR.Muslim no.2553).
Keenam, al-Tadarruj (Bertahap)
Sesungguhnya sisi-sisi yang menjadi tuntutan tarbiyah dan perbaikan jiwa manusia baik kualitas dan kuantitas yang tidak dapat diwujudkan dalam waktu dan usaha tertentu merupakan perkara yang sulit dan dapat ditolerir.
Berdasarkan hal ini, maka bertahap merupakan rambu penting dalam ramabu-rambu tarbiyah Nabi. Nabi menyeru manusia pertama kali dengan keyakinan dan tauhid kemudian memerinthkan mereka dengan kewajiban-kjewajiban kemudian seluruh perintah.
Dalam masalah jihad, mereka diperintahkan untuk menahan diri, kemudian memerangi orang-orang yang memerangi mereka kemudian memerangi orang-orang kafir dan memerangi manusia seluruhnya. Demikian pula dengan tahapan dalam pengharaman khamr, pembolehan nikah mut’ah kemudian diharamkan dan seterusnya.
Namun, ada satu sisi yang sangat penting selain kita menyakini prinsip pentahapan, yaitu apa yang secara nash syar’i diharamkam maka tidak boleh kita menghalalkannya dan apa yang secara nash syar’i wajib maka kita tidak boleh menggugurkannya bagi orang lain. (bersambung)