Rambu-Rambu Dalam Manhaj Tarbiyah Nabawiyah (bag. 3)
September 27, 2012Dunia Sedang Mencari Agama
October 2, 2012Rambu-Rambu Dalam Manhaj Tarbiyah Nabawiyah (bag. 4)
Oleh : Al Ustadz Abu Abdirrahman M.P.I
Kesembilan, al-Ta’wid ‘ala al-Musyarakati wa al-‘Amal (Melatih untuk melibatkan dan beramal)
Kebanyakan kaum muslim pada hari ini terbiasa untuk menangani segala sesuatu, dalam pekerjaan rumah ia menyajikan makanan dan minuman, membantu istrinya merapihkan kamar, mencuci pakaian, secara tidak sadar ia sudah memberikan andil lahirnya generasi pemalas yang tidak mengenal aktivitas dan tanggungjawab.
Di sekolah dan pada bidang pengajaran murid-murid terbiasa malas berpikir, sehingga peran mereka hanya sekedar menerima ilmu dan informasi yang sudah siap tanpa ada usaha, sampai ketika diminta untuk membuat makalah atau paper maka harus disediakan rujukan-rujukan, no halamannya dan hanya sedikit kite temukan pada orang-orang yang tumbuh dalam lingkungan tarbiyah.
Sesungguhnya jika kita hendak melahirkan sebuah generasi yang sungguh-sungguh maka kita harus melatihnya sejak awal untuk melibatkan mereka dalam aktivitas dan mengemban tanggung jawab: dalam rumah kita memberikan tanggung jawab khusus, di sekolah mengerahkan potensi dalam belajar.
Bagi mereka yang berada ditengah-tengah lingkungan tarbiyah hendaklah melibatkan murid-murid mereka, berusaha untuk melakukan program-program yang mereka rencanakan dengan acuan yang jelas. Mereka mengetahui bahwa tarbiyah yang baik adalah dengan melatih mereka mengemban tanggung jawab dan tidak membiarkan orang lain tanpa aktivitas dan tanggung jawab dengan melakukan segala sesuatu. Seharusnyalah ia memiliki peran dan pendapat dalam program-program yang mereka lakukan.
Ketika kita merujuk sirah murabbi pertama, maka kita akan melihat contoh-contoh berupa perhatian dalam sisi ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan para shahabat untuk mengemban tanggung jawab seluruhnya dalam masyarakat mereka, tidak hanya tanggung jawab satu atau dua orang saja. Dari Nu’man bin Basyir –semoga Allah meridhainya- ia bercerita: berkata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:”permisalan orang yang berbasa-basi dalam batas-batas aturan Allah seperti orang-orang yang menumpang kapal sebagian mereka berada di bawah sebagian yang lain berada di atas. Maka orang yang berada di bawah jika hendak mengambil air harus melalui orang-orang yang ada di atas sehingga hal itu menyakitinya. Lalu ia mengambil kampak den membuat lubang di bawah kapal. Lalu orang-orang di atas turun dan bertanya: apa yang kamu lakukan? ia menjawab: kalian tersakiti lantaran akua dan aku membutuhkan air. Seandainya ia mengambil kampak dari tangannya maka ia telah menelamatkannya dan selamatlah mereka. Namun jika membiarkannya ia membinasakannya dan binasalah mereka. (HR. Bukhari no.2686)
Demikan pula dengan musyawarahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan para shahabat dalam banyak kesempatan, bahkan hampit tidak ada peperangan atau peristiwa penting dalam sirah yang tidak didahului dengan musyawarah. Melibatkan dalam musyawarah merupakan latihan dan tarbiyah bagi mereka, di dalamnya juga ada proses untuk menanamkan kepercayaan, meunmbuhkan perasaaan tanggung jawab dalam diri mereka walaupun para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hidup pada masa yang berbeda, anda akan melihat mereka memiliki sikap-sikap yang jelas dalam memerangi orang-orang murtad dan penaklukan Persia dan Romawi.
Pada tataran pribadi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan para shahabat dengan tanggung jawab yang penting seperti panglima pasukan, kepala pemerintahan, dakwah, pengadilan, pengajaran. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan kepada para raja, mengirim Mu’adz ke Yaman, memberi tanggung jawab kepada Abu Bakar untuk menjadi ketua rombongan haji, bahkan ia memberikan kepemimpian pemuda-pemuda walaupun ada orang yang lebih tua, memberikan kepemimpinan pasukan kepada Usamah ke Bani Juhaynah. (HR.Bukhari no. 4269), memberikan kepemimpinan kepada Usamah untuk berperang melawan Romawi (HR, Bukhari no. 4469 dan Muslim 2426) memberika tanggung jawab untuk menjadi imam kaummnya kepada Utsman bin Abu al-‘Ash (HR. Muslim 468)…..demikianlah sirah Nabi dihiasi dengan hal ini.
Selayaknya bagi para da’i dan murabbi pada hari ini untuk berjalan di atas manhaj ini agar melahirkan generasi yang sungguh-sungguh –dengan ijin Allah- yang mengemban tanggung jawab dan memberikan tanggung jawab tersebut sesuai kemampuannya. (tamat)