Bagaimana Seharusnya Menyikapi Tragedi Berdarah di Mesir
September 2, 2013
Penetrasi Amerika Melalui Tarekat-Tarekat Sufi (2)
September 5, 2013
Bagaimana Seharusnya Menyikapi Tragedi Berdarah di Mesir
September 2, 2013
Penetrasi Amerika Melalui Tarekat-Tarekat Sufi (2)
September 5, 2013

Penetrasi Amerika Melalui Tarekat-Tarekat Sufi (1)

Diatas Kelembutan Dakwah

Research and Studies Center

Gerakan dakwah wahabi dan salafi merupakan musuh utama kaum sufi dan kelompok tradisional di dunia Islam. Akibat permusuhan ini, kaum sufi dan kalangan tradisonal telah menjadi mitra bagi Barat dalam memerangi “radikalisme”. (dikutip dari al-Alam al-Islami ba’da Ahdats 9/11)

Prolog:
“Jangan kalian takut kepada berbagai aktivis Islam, yang kalian perlu takuti adalah aktivis salafi… .” Dengan ungkapan itu, Robin Wright mengambarkan kecemasan Amerika terhadap “radikalisme Islam”. Robin menyangka bahwa munculnya apa yang ia namakan sebagai “sabit baru salafi keluar dari rahim berbagai perguruan di Teluk Persi ke negeri Syam dan Selatan Afrika merupakan salah satu produk sampingan yang terlupakan tetapi lebih menegangkan daripada revolusi Arab. Dengan tingkat militansi yang berbeda-beda, orang-orang radikal dan populis itu bergerak dalam ruang politik yang diduduki oleh para pelaku jihad bersenjata, yang kurang populer sekarang. Keduanya fundamentalis dan lebih mengutamakan sistem baru yang terbentuk dengan warna Islam generasi awal. Dan belum tentu kalangan Salafi itu pelaku jihad bersenjata, bahkan mayoritas mereka menolak kekerasan.”[1]
Demikianlah kenyataannya. Kecemasan ini semakin kuat dalam jiwa mereka sejalan dengan pergeseran waktu. Akibat tingginya tingkat kecemasan tersebut, Barat akhirnya menjadikan semua aktivis salafi dalam kotak “kekerasan”. Atas dasar asumsi itu dan demi melawan para aktivis tersebut, mereka mencari jaringan dan gerakan Islam yang mereka namakan sebagai “Islam Moderat”.
Salah satu di antara tanda yang paling menonjol dalam pembentukan “resep” Islam moderat adalah Barat benar-benar memanfaatkan pusat penelitian dan studinya tentang Islam sebagai sumber informasi utama bagi para pengambil keputusan dan kebijakan. Barat mengambil hasil-hasil studi dan monitoring gerakan Islam di tengah kaum muslim itu lalu mengalihkannya kepada “dapur strategi” dalam rangka mengubah output akhir untuk tujuan peringatan dini tentang Islam, kelompok-kelompok Islam dan kebangkitan Islam.
Selain itu, hasi-hasil penelitian tersebut juga digunakan dalam membangun strategi dan kebijakan praktis untuk menghadapi perkembangan yang terjadi dalam gerakan Islam di tingkat negara dan kelompok-kelompok Islam.
Dahulu, peran informasi penting ini ditangani oleh gerakan “orientalisme dan para orientalis” yang telah memberi jasa besar terhadap arah yang sama, melalui kajian sejarah dan warisan Islam yang mendalam. Juga bekerja untuk menjelajahi semua yang memberi keuntungan bagi Barat dalam pertarungannya menghadapi Islam di seluruh dunia. Jasa mereka benar-benar membantu kolonialis Barat dalam memerangi dan mengintervensi negara-negara dan masyarakat Islam.
Tulisan ini berusaha memaparkan aspek utama dari pemantauan, monitoring dan telaah terhadap penerapan strategi AS dalam “Membangun Jaringan Muslim Moderat” untuk menghadapi “Salafi” di dunia. Secara global, tulisan ini merupakan resume dari berbagai informasi yang dikumpul dari berbagai media.
Pertama, Dimensi dari Strategi AS dalam Memanfaatkan Kaum Sufi untuk Menjinakkan Dunia Islam
Telah maklum bahwa pasca tahun 2001 M, atas petunjuk lembaga kebijakan strategi tingkat tinggi, sejumlah pusat kajian strategis Amerika sibuk merekayasa strategi untuk membatasi peran “Salafi” dan menjebak apa yang mereka sebut sebagai “Islam politik”. Upaya itu dilakukan melalui penciptaan jaringan kelompok Islam alternatif. Khususnya yang mereka namakan sebagai kelompok keagamaan tradisional, diwakili oleh kelompok Sufi, jamaah balag, dan kaum sekuler-liberal di satu sisi dan Syi’ah di sisi lain.
Telah maklum pula bahwa peran yang diemban oleh jaringan tersebut adalah menciptakan kondisi penerimaan untuk Amerika di kalangan umat Islam, memperbaiki citra AS dan membantu untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk menjalankan berbagai strateginya yang aktif di beberapa bagian dunia Islam.
Bukan rahasia lagi bahwa strategi AS melalui jargon “Islam baru” mengadopsi peluncuran proses penyebaran pemikiran dan ritual mistik sufi. Strategi ini dimulai dengan upaya menjalin hubungan yang lebih erat antara Amerika dengan tokoh-tokoh sufi yang telah dipilih sangat hati-hati untuk memainkan peran yang diharapkan dari mereka. Melalui para dutanya, misi diplomatik AS telah terlibat dalam tugas baru ini untuk menghidupkan kembali makam dan situs-situs sufi. Tujuannya adalah untuk menegakkan pengaruh spiritual sufi yang dilihatnya sebagai cara untuk menghilangkan efek dari arus “radikal”. Dan tentu saja, AS juga menunggu realisasi hasil cepat secara politik, diplomatik dan ekonomi dari aksi bersama ini.
Lembaga Kajian Amerika yang Merekomendir Gerakan Sufi sebagai Dimensi Strategis bagi kepentingan AS

  1. Rand Foundation : Tahun 2003 menerbitkan studi dengan tema “Civil Democratic Islam”
  2. Nixon Center for Studies : Tahun 2004 menyelenggrakan konferensi dengan tema: (Memahami sufi dan peran potensial mereka dalam kebijakan Amerika Serikat)
  3. United States Institute of Peace : Tahun 2005 menerbitkan sebuah studi berjudul: (Islam Politik di Afrika sub-Sahara)
  4. Rand Foundation : Tahun 2007 menerbitkan sebuah studi berjudul: (Membangun Jaringan Muslim Moderat)
  5. Carnegie Foundation for Research : Tahun 2007 menerbitkan studi ekstensif tentang: (Sufisme di Asia Tengah)
  6. Rand Foundation : Tahun 2009 menerbitkan sebuah penelitian berjudul: (Islam Radikal di Afrika Timur)

 

I. Daya Tarik Sufi bagi Amerika
Selama satu dekade terakhir fokus perhatian pemerintah AS berturut-turut terhadap kelompok sufi di Pakistan, Somalia, Sudan, Mesir, Yordania, dan beberapa negara di Maghreb, dan negara-negara Eropa dan Amerika.
Perhatian AS terhadap kelompok sufi dan kelompok lainnya ini didorong oleh kepentingannya untuk mencari mitra dalam tubuh umat Islam. Yaitu mitra yang dapat mengimplementasikan strategi AS dalam membatasi gerakan Salafi yang dianggap sebagai penghalang utama bagi hegemoni AS di tengah masyarakat Muslim dan usahanya untuk menjauhkan Islam dari kehidupan mereka.
Secara sentral, para peneliti Amerika menemukan kesempatan itu ada pada kelompok sufi, utamanya bila dilihat dari beberapa sudut pandang:

  • Secara intelek, AS memandang bahwa kelompok-kelompok sufi dan tokoh-tokoh liberal di berbagai dunia Islam lebih mudah diserap dan dilibatkan dalam proyek Amerika untuk memerangi “gerakan Salafi” dan “Islam politik” di dunia. Hal itu karena masing-masing kelompok sufi dan jaringan liberal memiliki keinginan kuat dan kemauan pribadi untuk bekerja sama dan bersatu dengan kelompok lain dalam memerangi dan menjauhkan pengaruh gerakan Salafi di berbagai dunia Islam.
  • Secara ideologi, Barat dan utamanya AS membayangkan bahwa kelompok sufi itu lebih rendah tingkat komitmennya terhadap sunnah dan lebih tinggi tingkat bid’ahnya, serta implementasinya terhadap nas-nas syariat yang menegaskan kewajiban mengikuti pemahaman salaf shaleh sangat rendah. Atas dasar itu AS memandang mereka sebagai kelompok yang tidak militan dalam aplikasi dan praktek Islam. Sebaliknya AS sangat tertarik dengan pengkultusan guru dan kuburannya, nyanyian dan ritual seremonial dan berbagai peringatan maulid yang menjadi karakter kelompok sufi. AS dapat menerima hal itu dan melihatnya sebagai wakil dari “Islam pertengahan”. Mereka siap mendanai promosi dan penyebarannya di tengah-tengah masyarakat Muslim. Tentu hal ini menggambarkan bahwa Kristen dan Yahudi tidak menginginkan adanya umat Islam yang kuat akidah dan hubungannya dengan Allah dan Rasul-Nya agar kepentingan mereka di tengah masyarakat Muslim mudah didapatkan.
  • Secara politik, AS membayangkan kelompok sufi itu sebagai kelompok Islam yang paling moderat dan paling jauh dari panggung politik dan praktek radikal. Mereka memandang kelompok sufi itu sangat anti dengan Islam politik dan paling rendah gaungnya dalam seruan penerapan syariat. Kelompok sufi tidak bekerja secara sistematis untuk mengalihkan negara mereka ke dalam pangkuan hukum Islam.

Atas dasar tinjauan politik yang diasumsikan dari kelompok sufi itu, AS menjadikan mereka sangat dekat dengan jaringan liberal dalam pembentukan front melawan “ekstremisme” dan “radikalisme” yang mereka bayangkan.
Kesimpulan dari berbagai studi AS yang mendasari strateginya memanfaatkan kelompok sufi:

  • Sufisme merupakan alternatif budaya, sosial, dan perwajahan Islam yang dapat melawan dominasi berbagai corak ideologi Islam lainnya di berbagai dunia.
  • Sufisme adalah kelompok Islam yang dapat bekerjasama dengan Amerika dan Barat, di mana mereka dapat memberikan bantuan besar kepada dunia melalui sikapnya yang independen, pluralis dan toleran terhadap agama dan kepercayaan lain.
  • Sufisme dianggap sebagai pilihan tepat bagi umat Islam untuk mendamaikan antara “dunia Yahudi – Kristen” dan “dunia Muslim.”

bersambung…