Makna dzihar secara bahasa merupakan turunan dari kata ad-Dzahru [arab:الظهر ] yang artinya punggung. Karena hubungan badan ibarat menunggang. Sementara menunggang umumnya di atas punggung.
makna dzihar menurut istilah syariat adalah seorang suami menyamakan istrinya dengan mahramnya, terkait hal yang berhubungan dengan hubungan badan.
dzihar merupakan bentuk talak yang paling berat di zaman jahiliyah. Kemudian Allah mengeluarkannya dari bab talak (bukan termasuk talak), menjadi bab kaffarah (kesalahan yang wajib dibayar kaffarahnya).
hukum dzihar secara taklifi adalah haram, tidak boleh dilakukan. Sedangkan hukum secara wadh’i dinilai sah dan ada konsekuesnsinya, jika syarat sahnya terpenuhi.
dzihar dinilai sah jika dilakukan suami kepada istrinya. Karena itu, tidak berlaku dzihar dari seorang tuan kepada budak perempuannya.
dzihar bernilai sah meskipun dari suami yang tidak mampu hubungan badan, berdasarkan keumuman ayat.
tidak sah dzihar yang dilakukan orang gila, orang ngelindur, orang yang tidak sadar, atau orang ideot, berdasarkan sepakat ulama.
Orang melakukan zihar pada keadaan sangat marah, sehingga dia kehilangan kendali dirinya dan tidak mampu lagi menahan ucapan mulutnya, sekalipun akalnya masih sehat, statusnya tidak sah, sebagaimana dzihar yang dilontarkan orang mabuk.
syarat sah zihar adalah baligh. Karena secara hukum asal, tidak ada beban syariat bagi anak yang belum baligh, dan tidak ada dalil yang menunjukkan kewajiban bayar kaffarah zihar untuk anak belum baligh.
Tidak sah dzihar dari orang yang terpaksa, atau tidak sengaja. Berdasarkan dalil-dalil yang kuat dan umumnya terbebas dari sanggahan yang bisa diterima. Sementara alasan ulama yang mengatakan keabsahan dzihar orang yang dipaksa adalah alasan yang lemah.
Dzihar orang yang guyon tidak sah, karena zihar semacam ini meskipun secara lahiriyah dia ridha, namun secara batin dia tidak ridha. Sementara hukum asal, tidak ada masalah dengan nikahnya dan bara’ah dzimmah (tidak ada beban).
sah zihar meskipun dijatuhkan untuk istri yang sudah tidak mungkin lagi diajak berhubungan badan, berdasarkan keumuman ayat.
suami yang mengatakan kepada istrinya: “Kamu bagiku seperti punggung ibuku”, maka dia dianggap telah melakukan zihar, meskipun dia niatkan ucapan itu untuk talak.
suami yang mengatakan kepada istrinya: “Kamu seperti punggung ibuku” – dengan membuang huruf shilah (tanpa kata: ‘alayya: bagiku) – tidak dihitung sebagai dzihar, kecuali dengan niat.
menyerupakan istri dengan punggung mahramnya karena hubungan kerabat bernilai dzihar, demikian pula menyerupakan istri dengan mahram selain kerabat, seperti ibu susu atau yang lainnya. Karena syariat tidak membedakan hal-hal yang sama
Suami yang menyerupakan istrinya dengan wanita mahram muaqqat atau wanita yang bukan mahramnya atau suami menyerupakan istri dengan punggung laki-laki, ada 2 keadaan:
Jika dia niatkan untuk dzihar atau tanpa niat apapun maka wajib membayar kaffarah sumpah
Jika dia niatkan untuk cerai maka jatuh cerai.
Apabila suami menyerupakan salah satu anggota badan istrinya dengan punggung ibunya atau dengan salah satu anggota badan ibunya (misal: tanganmu seperti punggung ibuku atau tanganmu seperti tangan ibuku) maka tidak dihukumi dzihar. Namun jika suami menyerupakan salah satu anggota badan istri yang statusnya sama dengan menyerupakan hubungan intim dengan istri sama dengan hubungan intim dengan ibunya, seperti kemaluan maka dihukumi dzihar.
Keterangan: dari beberapa kaidah di atas, bentuk menyerupakan yang berstatus dzihar ada dua, yaitu:
Menyerupakan punggung istri dengan punggung mahram suami
Menyerupakan anggota badan istri yang menjadi inti hubungan intim, misalnya kemaluan.
Menyerupakan istri dengan salah satu anggota badan ibu selain punggung, termasuk menyerupakan istrinya dengan anggota badan dalam tubuh ibunya (misal jantung ibunya), atau menyerupakan istri dengan punggung binatang, maka tidak termasuk dzihar. Dan jika dia niatkan dzihar atau mengharamkan istrinya maka wajib membayar kafarah sumpah.
Jika suami menyerupakan istrinya dengan ibunya, tanpa ada lafal dzihar, seperti, suami mengatakan kepada istrinya: ‘Kamu seperti ibuku’ atau ‘kamu ibuku’, maka tidak termasuk dzihar, jika dia niatkan istrinya seperti ibunya atau maksud suami, istrinya mulia seperti ibunya. Demikian pula ketika tidak disertai niat apapun. Namun jika maksud suami adalah mengharamkan istrinya maka suami wajib membayar kafarah sumpah selama tidak ada maksud untuk talak.
Jika suami mengatakan kepada istrinya, ‘Kamu seperti ibuku’ sementara dia niatkan untuk dzihar maka statusnya dzihar. Jika tidak disertai niat apapun, tidak diniatkan untuk talak atau dzihar maka tidak dihukumi dzihar.
Wallahu’alam
Ustadz Alfi Syahar, Lc., M.A – Grup BBM&WA belajarislam.com