Pengaruh Rezeki Yang Halal dan Haram Dalam keluarga
July 17, 2017
MENJAGA LISAN
July 19, 2017
Pengaruh Rezeki Yang Halal dan Haram Dalam keluarga
July 17, 2017
MENJAGA LISAN
July 19, 2017

Puasa dan Kejujuran

Satu diantara sekian banyak hikmah disyariatkannya puasa Ramadhan adalah kita ditarbiyah atau dididik oleh Allah Iselama sebulan untuk menjadi orang-orang yang jujur. Apa kaitannya  puasa dengan lahirnya manusia-manusia yang jujur?.  Perlu kita ketahui, bahwa ibadah puasa adalah suatu ibadah yang unik dibanding dengan ibadah-ibadah lain. Keunikannya  karena puasa adalah ibadah yang sirriyah; ibadah yang tersembunyi, ibadah yang tidak bisa dilihat secara langsung apakah seseorang itu  melaksanakannya atau tidak.

Berbeda dengan ibadah shalat, zakat, dan haji. Semuanya bisa dilihat. Tetapi ibadah puasa tidak dilihat dan karena tidak dilihat, sehingga setiap orang berpeluang untuk tidak jujur. Setiap orang berpeluang untuk mengatakan saya puasa, padahal ia tidak puasa. Boleh jadi ia tidak menyatakan dengan pengakuan tetapi pura-pura lapar, pura-pura bibirnya kering, pura-pura banyak meludah sehingga orang lain berpersepsi bahwa ia adalah orang yang berpuasa. Padahal semua isyarat-isyarat tersebut  bukanlah indikasi seseorang dikatakan berpuasa. Orang yang bibirnya kering belum tentu ia berpuasa. Orang yang banyak meludah belum tentu ia berpuasa. Orang yang kelihatan kurus dan lapar belum tentu ia berpuasa pada waktu itu. Di sinilah letak benang merah yang menghubungkan antara ibadah puasa dengan pendidikan kejujuran (tarbiyah kejujuran).

Karena kita semua berpuasa semata-mata mengharapkan ridha Allah I. Kita tidak perlu menyatakan ke pada orang lain bahwa kita berpuasa. Kita tidak perlu membuat isyarat-isyarat seperti yang disebutkan di atas, tetapi kita sendiri dengan Allah I yang paling tahu bahwa kita berpuasa. Di sinilah letak nilai penanaman kejujuran itu. Kejujuran muncul karena ada satu faktor yang  sangat berharga yang ditanamkan oleh pendidikan puasa, yaitu pendidikan taqarrub ilallah. Pendidikan atau penanaman “perasaan” senantiasa dalam keadaan diawasi oleh Allah I.” Keyakinan bahwa kita senantiasa dilihat oleh Allah I . Karena Allah senantiasa mendengar setiap perkataan. Allah senantiasa mengetahui apa saja yang dikerjakan oleh manusia. Allah Maha mengetahui apa saja yang disembunyikan oleh manusia.

Jika “muraqabatullah” sudah tertanam dalam jiwa, maka akan lahirlah sifat kejujuran. Bahkan secara bersamaan juga  akan lahir sifat takut pada Allah sehingga ia akan terhindar dari perbuatan-perbuatan dosa. Kenapa? Sebab setiap ia hendak melakukan perbuatan dosa maka sesungguhnya ia tidak akan menemukan suatu tempat manapun di dunia ini yang aman dari penglihatan Allah. Ketika ia ingin bersembunyi di dalam kamar, ia yakin  Allah Imelihatnya. Ketika ia ingin bersembunyi di gua, Allah Imelihatnya. Ketika ia ingin bersembunyi di bawah ranjang, Allah I melihatnya.  Firman Allah I:

“… dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Mujadilah: 4)

Dalam Kitab-kitab tafsir dijelaskan maknanya bahwa, Dia senantiasa melihat kamu, Dia senantiasa mendengar perkataan kamu, dan Dia Maha mengetahui apa saja yang kamu kerjakan.

Sifat kejujuran di zaman sekarang ini menjadi sesuatu yang sangat langka di negeri kita. Inilah jawaban terhadap pertanyaan: Mengapa angka pelaku korupsi dan berbagai penyelewengan semakin meningkat padahal negara kita sudah punya lembaga independen yang bernama KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Lebih hebat lagi, lembaga ini bisa merekam percakapan-percakapan sehingga seorang koruptor tidak bisa mengelak ketika sudah berada di majelis persidangan. Percakapan via telepon ataupun handphone bisa diputar kembali dengan suara pelaku korupsi. Singkatnya lembaga yang berfungsi mengontrol tindak pidana korupsi sudah ada tapi angka korupsi ini makin meningkat saja. Kenapa? karena rasa muraqabatullah (merasa senantiasa diawasi oleh Allah) yang sangat rendah dan sudah sirna dari hati. Mereka lebih takut kepada makhluk, lebih takut kepada KPK daripada Allah I. Ataukah bahkan bermunculan orang-orang yang sudah tidak takut kepada KPK, karena belum ada sejarah di negeri ini ada koruptor yang dihukum seumur hidup; hukuman maksimal bagi pelaku tindak pidana korupsi. Kalau KPK saja tidak kita takuti. Kalau kepada makhluk saja kita tidak takut lalu bagaimana lagi dengan Allah I yang dia anggap tidak melihatnya secara langsung. Dia yakini tidak merekam pembicaraannya padahal Allah I Maha Melihat dan Maha merekam seluruh percakapan hambaNya. Semua perbuatan  kita di hari kiamat akan diputar kembali ibarat film. Pada hari ketika seluruh hal-hal yang tersembunyi dari kita akan diperlihatkan oleh Allah I. Tidak ada satupun yang tersembunyi. Sesuatu yang kita catat, sesuatu yang kita teken, sesuatu yang kita tanda tangani semuanya akan terungkap. Firman Allah

pada hari dinampakkan segala rahasia (QS. Ath Thariq: 9)

 

Betapa pentingnya sifat kejujuran ini, sampai di dalam Al Qur’an itu disebutkan sebanyak 145 kali. Kata ashshiddiqu dengan berbagai perubahan-perubahan bentuknya. Kemudian begitu pentingnya sifat kejujuran ini, Allah Imengawal kata jujur ini dengan wasiat  seluruh Nabi dan Rasul. Wasiat yang wajib disampaikan oleh setiap khatib apakah itu khutbah jum’at, khutbah Idul Fitri dan Idul Adha; yaitu wasiat ketakwaan.

Di dalam surat At-Taubah ayat 119, Allah Imengawal perintah taqwa dengan perintah untuk bersama dengan orang-orang jujur:

 

Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan jadilah orang-orang yang jujur hendaklah kalian bersama-sama dengan orang-orang yang jujur.

Dan Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam banyak sekali menyebutkan hadits-hadits perintah dan seruan untuk menjadi orang yang jujur, diantaranya hadits Ibnu Mas’ud yang artinya:

Hendaklah kalian jujur, karena kejujuran akan menghantarkan kepada kebaikan dan kebaikan akan menghantarkan ke syurga.” (HR. Bukhari Muslim).

Dan seseorang yang selalu melatih diri, membiasakan diri untuk berbuat jujur. Sekecil apapun urusan yang dia latih dirinya untuk berbuat jujur sampai kemudian dia diakui sebagai shiddiqan, sebagai orang-orang yang jujur.

Mari kita membudayakan sifat kejujuran ini. Kejujuran di dalam hati kita yaitu sesuainya apa yang terdapat dalam hati nurani dengan ucapan sebab terkadang berbeda apa yang ada di dalam hati nurani dengan yang kita ucapkan. Itu namanya al-kadzib. Itu namanya dusta.

Hati nurani kita mengatakan tiga juta rupiah, tetapi lidah kita mengatakan lima puluh juta rupiah. Ini jelas merupakan penyimpangan makna kejujuran. Kita belajar jujur untuk dititipi amanah. Amanah memegang dana misalnya, sekecil apapun mestinya kita catat. Mestinya sesuai kenyataan dengan yang kita laporkan. Mestinya sesuai kenyataan dengan yang kita sampaikan. Kita sebagai panitia, kita sebagai bendahara, kita sebagai apapun, kita belajar untuk berbuat jujur. Kita belajar berbuat jujur kepada istri kita. Seorang bapak belajar berkata jujur kepada anaknya. Kalau tidak ada katakan tidak ada, sebab kebiasaan kita berbohong kepada anak juga akan menanamkan pendidikan kebohongan kepada anak.   Kebiasaan berdusta  kepada istri kita ini juga bisa menyebabkan istri kita terlatih untuk berdusta kepada suaminya.

Demikianlah seterusnya dimulai dari hal-hal yang kecil sampai yang paling besar. Jika hal tersebut membudaya maka sifat ini akan menjadi karakter yang melekat pada diri setiap orang.

Membudayanya sifat penyelewengan dan sifat ketidakjujuran merupakan penyebab utama  bangsa Indonesia ini masuk dalam kategori “bukan negara menengah ke atas”. Akibat membudayanya korupsi di kalangan elit, sehingga ada rakyat yang mati kelaparan, ada rakyat yang busung lapar, ada rakyat yang tidak bisa memenuhi kebutuhannya sehari-hari, ada banyak anak yang tidak mengecap pendidikan formal Semestinya dana-dana yang dikorupsi itu merupakan hak mereka. Kondisi makin diperparah dengan kenaikan rutin barang-barang kebutuhan pokok setiap menjelang bulan puasa. Sebenarnya negara kita ini  diakui sebagai negara yang kaya dengan berbagai sumber daya alam, sampai orang-orang Arab Saudi yang banyak membangun masjid di negara kita ini terheran-heran ketika pertama kali menginjakkan kakinya di negari ini. Indonesia kaya dengan sumber daya lautnya, kaya dengan sumber daya daratannya. Bayangkan, ketika kita melakukan perjalanan darat di negara-negara timur tengah dan Afrika, melayangkan pandangan di kiri-kanan, maka sangat langka kita melihat pohon-pohanan dan tanam tanaman yang tumbuh di sana-sini. Sangat jauh berbeda dengan alam Indonesia. Tetapi mengapa ada di kalangan anak bangsa yang busung lapar, mati kelaparan, ada anak yang tidak bersekolah? penyebab utamanya ialah  karena tidak membudayanya sifat kejujuran.

Para pemegang tampuk kepemimpinan, para pengawas dan pengawal pemerintahan mencontohkan pola hidup yang tidak jujur. Dan inilah yang menyebabkan terkadang ada orang yang memiliki sifat jujur, namun ketika masuk ke dalam sistem ini dia juga terjerat. Ada orang yang terkenal “bersih” tetapi ketika masuk  ke lingkungan ini juga tercemari dengan budaya kotor itu. Banyak nama-nama yang kita heran lho kok kenapa dia terjaring kasus korupsi, kenapa dia dijaring oleh KPK, karena sifat ketidakjujuran sudah menjelma sebagai sebuah sistem yang buas yang siap memangsa siapa saja.

Bulan Ramadhan ini bulan tempat kita saling muhasabah. Bulan tempat kita saling mengingatkan saudara kita terutama saudara-saudara mukmin bahwa Allah I mensyariatkan puasa ini bukan hanya simbol tidak makan, tidak minum, tidak bercampur dengan suami-istri. Tetapi sesungguhnya dibalik pensyariatan ibadah puasa ada hikmah-hikmah besar yang terkandung dibalik daripada itu. Termasuk diantaranya ialah melatih dan mendidik kita menjadi orang-orang yang jujur.

Mudah-mudahan sifat ini perlahan-lahan kita perbaiki kembali, kita rajut kembali, kita budayakan di lingkungan kita yang terkecil seterusnya sampai kemudian di lingkungan kita yang besar sehingga negara ini kembali bisa berjaya.

Aaamin Ya Mujibas Saa-iliin.